Kamis, 30 Mei 2013

LP FARINGITIS



BAB 2
LANDASAN TEORI


A.    Definisi

Faringitis merupakan peradangan akut membran mukosa faring dan struktur lainnya di sekitarnya. Karena letaknya yang sangat dekat dengan hidung dan tonsil, jarang terjadi hanya infeksi lokal faring atau tonsil. Oleh karena itu, faingitis secara luas mencakup tonsilitis, nasofaringitis, dan tonsilofaringitis (Rahajoe, Nastiti, 2008:288).
Faringitis aadalah peradangan yang terjadi pada faring. Faringitis akut merupakan peradangan tenggorok yang paling sering terjadi. Faringitis akut berat sering disebut sebagai strep thoat, karena pada umumnya disebabkan oleh sreptokokus.
Faringitis (dalam bahasa Latin; pharyngitis), adalah suatu penyakit peradangan yang menyerang tenggorok atau faring yang disebabkan oleh bakteri atau virus tertentu. Kadang juga disebut sebagai radang tenggorok (Wikipedia.com)

B.     Etiologi

Etiologi faringitis akut adalah bakteri atau virus yang ditularkan secara droplet infection atau melalui bahan makanan / minuman / alat makan. Penyakit  ini dapat sebagai  permulaan  penyakit lain, misalnya : morbili, Influenza, pnemonia, parotitis , varisela, arthritis, atau radang  bersamaan dengan infeksi jalan nafas bagian atas   yaitu: rinitis akut, nasofaringitis, laryngitis akut, bronchitis akut. Kronis  hiperplastik terjadi perubahan mukosa dinding posterior faring. Tampak mukosa menebal serta hipertropi kelenjar limfe dibawahnya dan dibelakang arkus faring posterior (lateral band). Adanya mukosa dinding posterior tidak rata yang disebut granuler.
Sedangkan faringitis kronis atropi sering timbul bersama dengan rinitis atropi, udara pernafasan tidak diatur suhu serta kelembabannya, sehingga menimbulkan rangsangan serta infeksi pada faring.
1.      Bakteri
Bakteri Strptokokus group A, C dan G
Bakteri Arcanobacterium haemolyticum
Bakteri Yersinia enterocolitica
2.      Virus
Virus Herpes simplex 1 dan 2
3.      Mikroplasma
Mycoplasma pneumoniae
4.      Rinitis kronis
5.      Sinusitis
6.      Iritasi kronik yang dialami perokok dan peminum alkohol
7.      Inhalasi uap yang merangsang mukosa faring pada pekerja labortorium
8.      Infeksi
9.      Daerah yang berdebu
10.  Orang yang biasa bernafas melalui mulut,karena hidung tersumbat

C.    Klasifikasi

Berdasarkan lama waktunya, faringitis terbagi atas :
1.      Faringitis akut
Inflamasi febris yang disebabkna oleh organisme virus sebanyak 70% lebih sering. Infeksi virus yang takterkomplikasi biasnya akan menghilang dalam 3 sampai 10 hari setelah awitan. Bila disebabkan oleh bakteria, organisme yang umumnya menyerangadalah stresptokokus group A. Faringitis yang disebabkan oleh bakteria adalah penyakit yang lebih parah karena bahaya komplikasi, yaitu sinusitis, otitis media, mastoiditis, adenitis servikal, dalam reumatik, dan nefritis
Manifestasi klinis
a.       Membran faring tampak merah
b.      Folikel tonsil dan limfoid membengkak dan diselimuti oleh eksudat
c.       Nodus limfe servikal membesar dan mengeras
d.      Mungkin terdapat demam, malaise, dan sakit tenggorok
e.       Serak, batuk, dan rinitis bukan hal yang tidak lazim
Penatalaksanaan
a.       Preparat antimikrobial untuk penyebab bakteria : pensilin untuk streptokokus group A dan sefalosporin untuk penderita yang alergi terhadap pensilin atau resisten terhadap eritromisin
b.      Antibiotik diberikan sedikitnya selama 10 hari
c.       Berikan diet cair atau lunak selama fase akut
d.      Pemberian cairan IV jika tidak mampu menelan karena sakit tenggorok
e.       Berikan dorongan untuk banyak minum bila mampu untuk menelan (2500 ml setiap hari)
Intervensi keperawatan
a.       Berikan dorongan untuk tirah baring selama penyakit tahan febris
b.      Terapakan tindak kewaspadaan terhadap sekresi untuk mencegah penyebaran infeksi
c.       Periksa kulit sekali atau dua kali sehari terhadap kemungkinan ruam karena faringitis akut dapat didahului oleh penyakit menular lainnya
d.      Kencangkan alat swab nasal; kultur darah dan tenggorok sesuai kebutuahn
e.       Berikan kumur salin hangat atau irigasi untuk menghilangkan nyeri
f.       Pasang collar es untuk penyembuahan simptomatik
g.      Berikan obat-obat analgesik atau obat antitusif
h.      Lakukan perawatan mulut untuk mencegah fisura bibir dan inflamasi mulut
2.      Faringitis kronis
Faringitis kronis adalah bentuk yang umum terjadi pada orang dewasa yang bekerja atau tinggal dilingkungan yang berdebu, menggunakan suara secara berlebihan, menderita batuk kronis, dan kebiasaan penggunaan alkohaol dan tembakau. Dikenal tiga tipe faringitis kronis; hipertrofik, penebalan dan kongesti umum membran mukosa faring, tahap lanjut tipe 1; dan granular kronis. Dengan pembengkakan berbagai folikel limfe dari dinding faring.
Manifestasi klinis
1.      Rasa iritasi dan sesak yang konstan pada tenggorok
2.      Lendir, yang terkumpul dalam tenggorok dan dikeluarkan dengan batuk
3.      Kesulitan menelan
Penatalaksanaan
1.      Instilasi hidung atau sprei hidung untuk menghilangkan kongesti nasal
2.      Aspirin atau asetaminofen untuk mengontrol malaise
3.      Hindari kontak dengan orang lain sampai demam telah menghilangkan dengan sempurna untuk mencegah penyebaran infeksi
Intervensi keperawatan
1.      Instruksikan agar menghindari penggunaan alkohol, tembakau, perokok pasif, dan pemajanan terhadap dingin
2.      Hindari polutan lingkungan/tempat kerja atau minimalkan melalui penggunaaan masker sekali pakai
3.      Berikan dorongan untuk banyak minum
4.      Berikan dorongan untuk sering berkumur dengan salin hangat untuk menghilangkan rasa taknyaman pada tenggorok; pelega tenggorokan untuk menjaga agar tenggorok tetap lembab
Sedaangkan berdasarkan penyebabnya, faringitis terbagi atas :
1.      Faringitis Kronis Hiperplastik
a.       Patologi
      Pada faringitis kronis hiperplastik terjadi perubahan mukosa dinding posterior faring. Tampak mukosa menebal serta hipertrofi kelenjar limfe di bawahnya dan belakang arkus faring posterior (lateral band). Degan demikian tampak mukosa dinding posterior tidak rata yang disebut granuler.
b.      Gejala
      Pasien mengeluh gatal, kering serta berlndir yang sukar dikeluarkan di tenggorok. Kadang-kadang disertai juga dengan batuk.
c.       Terapi
      Dicari dan diobati penyakit kronis di hidung dan sinus paranasal. Terapi lokal, dengan melakukan penggosokkan memakai zat kimia (kaustik), misalnya larutan nitras argenti atau albothyl. Pengobatan secara simtomatik, diberikan obat isap atau obat kumur, serta obat batuk (antitusif atau ekspektoran).
2.      Faringitis Kronis Atrofi ( Faringitis Sika)
a.       Etiologi
      Faringitis kronis atrofi seing timbul bersama dengan rinitis atrofi. Pada rinitis atrofi, udara pernapasan tidak diatur suhu serta kelembabannya, sehingga menimbulkan rangsangan serta infeksi pada faring.
b.      Gejala
      Pasien mengeluh tenggorok kering dan tebal, serta mulut berbau. Pada pemeriksaan tampak pada mukosa faring terdapat lendir yang melekat, dan bila lendir itu diangkat, tampak mukosa kering.
c.       Terapi
      Terapi yang diberikan sama dengan pengobatan rinitis atrofi, dngan ditambah dengan obat kumur, penjagaan higiene mulut dan obat simtomatik.
3.      Faringitis Spesifik
a.       FaringitisLeutika
      Treponema palidum (penyebab leus), dapat menimbulkan infeksi di daerah faring. Sedangkan penyakit leus di organ lain, infeksi di faring gambaran kliniknya tergantung pada stadium penykit, primer, sekunder, dan tersier.
Stadium Primer
      Kelainan pada stadium primer terdapat pada lidah, palatum mole, tonsil, dan dinding faring posterior. Kelainan ini berbentuk bercak keputihan di tempat tersebut. Bila infeksi terus berlangsung, maka timbul ulkus. Ulkus pada daerah faring bersifat seperti ulkus pada genetalia, yaitu tidak dirasakan nyeri. Didapati jug pembesaran kelenjar mandibula yang tidak nyeri tekan.
Stadium Sekunder
      Stadium ini jarang ditemukan. Pada stadium ini terdapat eritema pada dinding faring yang menjalar ke arah laring.
Stadium Tersier
Pada stadium ini terdapat guma. Tonsil dan palatum merupakan tempat predileksi untuk tmbuhnya guma. Jaran ditemukan guma i dinding faring posterior. Bila didpatkan guma di dinding faring posterior, akibatnya dapat mengenai vertebrata servikal, dan bila pecah akan mnyebabkan kmatian.
      Terapi berupa obat pilihan utama ialah oenisilin, yang diberikan dalam dosis tinggi.
b.      Faringitis Tuberkolusa
      Kuman tahan asam dapat menyrng mukosa palatum mole, tonsil, platum durum, dasar lidah dan epligotis. Biasanya infeksi di daerah faring merupakan proses sekunder dari tuberkolusis paru, kecuali bila terjadi infeksi kuman tahan asam jenis bovinum. Pada jenis bovinum ini dapat timbul tuberkolusis faring primer.
a)      Cara infeksi :
1)      Cara eksogen, yaitu kontk dengan sputum yang mengandung kuman atau inhalasi kuman melalui udara.
2)      Cara endogen, yaitu penyebaranmelalui darah pada tuberkolusis miliaris. Penelitian sekarang dapat menemukan penyebaran secara limfogen.
b)      Bentuk dan tempat lesi
      Menurut Meyerson (1960) kan terbentuk ulkus pada satu sisi tonsil dan jaringan tonsil itu akan mengalami nekrosis. Bila infeksi timbul secara hematogen, maka tonsil dapat terkena pada kedua sisi. Lesi sering ditmukan pad dinding faring posterior, arkus faring anterior, dinding lateral hipofaring dan palatum mole serta palatum durum. Kelenjar regional leher membengkak.
c)      Gejala
      Pasien mengeluh nyeri tenggorok lebih hebat daripada nyeri yang timbul akibat radang lainnya. Keadaan umu pasien buruk, karena anoreksia dan nyeri untuk menelan makanan. Tidak jarang terdapat regurgitasi. Selain dari nyeri yang sangat menonjol untuk menelan, terdapat juga nyeri di telingan (otalgi). Terdpat juga adenopati servikal.
d)     Diagnosa
      Untuk menegakkan diagnosis diperlukan pemeriksaan sputum untuk melihat bail taha asam. Dibuat foto toraks untuk melihat adanya tuberkulosis paru.
      Dilakukan juga biopsi jaringan yang terinfeksi untuk mnyingkiran danya proses eganasan, serta mencari basil tahan asam di jaringan.
e)      Terapi
      Terapi sesuai dengan terapi tuberkulosis paru.
D.    Anatoni dan Fisiologi

Faring atau Pharinx adalah bagian tubuh manusia dibelakang hidung, mulut dan larinx dinamakan pharinx. Sesuai dengan letaknya, pharinx dibagi menjadi :
1.      Pars oralis pharingis (= hasopharinx) dibelakang hidung, posterior terhadap choane
2.      Pars oralis pharingis (= oropharinx), terletak dibelakang mulut, posterior terhadap isthmusfaucium
3.      Pars oralis pharingis (= laryngopharinx), terletak dibelakang larynx, posterior terhadap aditus laryngis
Disebelah atas pharinx berbatasan dengan basis crani sampai tuberculum pharyngeum, kecaudal batas peralihan  pharinx menjadi esophagus adalah pada vertebra cervicalis keenam.
Pharinx atau kerongkongan dibentuk oleh otot-otot konstriktor, yaitu berturut-turut dari atas kebawah : musculus constrictor pharyngis superior, musculus constrictor pharyngis dengan raphe yang kuat digaris tengah belakang. Musculus constrictor pharingis superior mempunyai perlekatan pada tuberculum pharyngeum, hamulus pterygoideus, sisi lateraln lidah dan os mahabula, serta raphe pterygomandibularis.
Musculus constriktor pharyngis media mempubyai perlekatan pada GS hyoideum, musculus consrictor pharyngis inferior pada cartilago throide dan cartilago cricoldea, sedangkan ujung caudalnya berhubungan dengan oesofagus. Otot-otot ini diurus oleh cabang nervus vagus.
Phars penting untuk mekanisme menelan (=deglution) dan pernapasan. Mucosa nashopharynx adalah epitel respirasi yang berupa epithel bertingkat bercillia. Sedangkan bagian lain yang ditutup oleh epithel berlapis gepeng.
Pars nasalis  phariyngis secara klinis dapat dilihat melalui pemeriksaan rhinoscopy posterior, dan sedikit melalui rhinoscopy anterior. Dinding belakangnya terdapat tonsilla pharyngealis (=adenoid), dilateral terdapat benjolan torus tubaris dan lubang keluar tuba auditiya ditengahnya. Penonjolan ini disebabkan oleh pars cartilaginea tuba auditiya itu. Bagian anterior torus tubarius melanjutkan diri kebawa membentuk plica saipingopalatina yang berakhir pada palatum molle. Dan diposterior menjadi plica saingopharyngea yang berakhir dioropharinx. Posterior terhadap kedua lipatan ini didapatkan recessus phar6ngeus dan tonsila tubaria (=tubal tonsil), peralihan menjadi pars oralis pharyngis dinamakan hiatus nasopharyngica.
Pars oralis pharyngis pada radix linguae terlihta tiga lipatan yang berhubungan dengan epiglotis yaitu plica glossoepiglotica lateralis kiri kanan dan plica glossoepiglottica mediana. Dengan adanya plica itu terbentuk dua cekungan yang dinamakan vallecula epiglottica kiri kanan. Melalui perlekatan ini, epiglotis akan turut bergerak dengn lidah. Pada waktu menelan, lidah tertarik kedepan sehingga pangkal epiglotis juga tertarik kedepan. Sebagai akibatnya epiglotis mempunyai posisi yang menutup aditus laryngis. Mencegah makanan masuk kelarynx.
Pars laryngeanpharyngis. Terletak posterior terhadap aditus laryngis. Dikiri kanan larynx terdapat recossus priformis tempat lalu makana yang ditelan. Bagian ini termasuk sulit mengalami pelebaran pada waktu menelan karena dibatasi oleh tulang rawan sehingga menjadi salah satu penyempitan jalan lalu makanan yang ditelan.

E.     Patofisiologi










                                                                                     













Sputum

 


 

 


                                                                                                                      












Resti deficit volume cairan

 



Jalan nafas tidak efektif

 





Kurang pengetahuan
 
 

 

 

 

 

 





Penularan terjadi melalui droplet. Kuman menginfiltrasi lapisan epitel kemudian bila epitel terkikis maka jaringan limfoid superficial bereaksi terjadi pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit polimorfonuklear. Pada stadium awal terdapat hiperemi, kemudian oedem dan sekresi yang meningkat. Eksudat mula-mula serosa tapi menjadi menebal dan cenderung menjadi kering dan dapat melekat pada dinding faring. Dengan hiperemi, pembuluh darah dinding faring menjadi lebar. Bentuk sumbatan yang berwarna kuning, putih, atau abu-abu terdapat pada folikel atau jaringan limfoid. Tampak bahwa folikel limfoid dan bercak-bercak pada dinding faring posterior atau terletak lebih ke lateral menjadi meradang dan membengkak sehingaa timbul radang pada tenggorok atau faringitis.
F.     Gambaran Klinis

Gejala awal yang muncul pada penderita faringitis umumnya
a.       Merasakan rasa gatal dan kering pada tenggorokannya.
b.      Malaise (kelemahan) dan juga sakit kepala merupakan gejala yang sering ditemukan karena adanya proses peradangan pada faring.
c.       Selain itu, suhu tubuh bisa mengalami sedikit kenaikan (subfebris).
d.      Eksudat (lendir) pada faring menebal (karena pada awal penyakit terjadi peningkatan produksi eksudat). Eksudat ini biasanya sulit untuk dikeluarkan. Untuk mengeluarkannya biasanya dengan batuk.
e.       Suara menjadi parau/serak karena peradangan juga mengenali laring.
f.       Selain itu, biasanya penderita mengalami kesulitan menelan (disfagia) akibat nyeri telan.
g.      Nyeri bisa dirasakan hingga ke telinga.
h.      Pada pemeriksaan akan dijumpai faring yang berwarna kemerahan dan kering.
i.        Pada jaringan limfoid tampak berwarna kemerahan dan bengkak.
Gejala faringitis yang khas akibat bakteri streptokokus berupa nyeri tenggorok dengan awitan mendadak, disfagia dan demam. Urutan gejala yang biasanya dikeluhkan adalah nyeri kepala, nyeri perut dan muntah. Selain itu juga didapatkan demam yang dapat mencapai suhu 40oC, beberapa jam kemudian terdapat nyeri tenggorok.
Tanda dan gejala Faringitis yang disebabkan oleh bakteri Streptokokus dapat berupa:
1.      Nyeri tenggorokan dengan awitan mendadak
2.      Disfagia
3.      Demam
4.      Mual dan mutah
5.      Faring hiperemis
6.      Tonsil bengkak dengan eksudasi
7.      Kelenjar getah bening leher anterior bengkak dan nyeri
8.      Uvula bengkak dan merah
9.      Ekskoriasi hidung disertai lesi impetigo sekunder
10.  Ptekie platum mole
Tanda dan gejala Faringitis yang disebabkan oleh virus dapat berupa:
1.      Rinorea
2.      Suara serak
3.      Batuk
4.      Konjungtivitis
5.      Diare
6.      Ulkus di palatum mole dan dinding faring
7.      Eksudat di palatum dan tonsil
Gejala yang timbul akibat virus ini dapat menghilang dalam 24 jam, berlangsung selama 4-10 hari (self limiting desease), jarang menimbulkan komplikasi dan memiliki prognosis yang baik.

G.    Pemeriksaan Penunjang

1.      Pada pemeriksaan dengan mempergunakan spatel lidah, tampak tonsil membengkak, hiperemis, terdapat detritus, berupa bercak (folikel, lakuna, bahkan membran). Kelenjar submandibula membengkak dan nyeri tekan, terutama pada anak.
2.      Pemeriksaan Biopsi
Contoh jaringan untuk pemeriksaan dapat diperoleh dari saluran pernapasan (sekitar faring) dengan menggunakan teknik endoskopi. Jaringan tersebut akan diperiksa dengan mikroskop untuk mengetahui adanya peradangan akibat bakteri atau virus.
3.      Pemeriksaan Sputum
Pemeriksaan sputum makroskopik, mikroskopik atau bakteriologik penting dalam diagnosis etiologi penyakit. Warna bau dan adanya darah merupakan petunjuk yang berharga.
4.      Pemeriksaan Laboratorium
Kultur tenggorok : merupakan suatu metode yang dilakukan untuk menegaskan suatu diagnosis dari faringitis yang disebabkan oleh bakteri GABHS. Untuk mencapai hasil yang akurat, pangambilan swab dilakukan pada daerah tonsil dan dinding faring posterior. Spesimen diinokulasi pada agar darah dan ditanami disk antibiotik.
Kriteria standar untuk penegakan diagnosis infeksi GABHS adalah persentase sensitifitas mencapai 90-99 %. Kultur tenggorok sangat penting bagi penderita yang lebih dari 10 hari.
GABHS rapid antigen detection test
• merupakan suatu metode untuk mendiagnosa faringitis karena infeksi GABHS. Tes ini akan menjadi indikasi jika pasien memiliki resiko sedang, atau jika seorang dokter tidak nyaman memberikan terapi antibiotik dengan resiko tinggi untuk pasien. Jika hasil yang diperoleh adalah positif maka pengobatan antibiotik yang tepat, namun jika hasilnya negatif maka pengobatan antibiotik dihentikan kemudian dilakukan follow-up
• Hasil kultur tenggorok negatif
• Rapid antigen detection tidak sensitive untuk Streptococcus Group C dan G atau jenis bakteri patogen lainnya

H.    Penatalaksanaan Keperawatan

1.      Pemberian antibiotik
a.       Untuk faringitis virus
Penanganan dilakukan dengan memberikan aspirin atau asetaminofen cairan dan istirahat baring. Komplikasi seperti sinusitis atau pneumonia biasanya disebabkan oleh bakteri karena adanya nekrosis epitel yang disebabkan oleh virus sehingga untuk mengatsi komplikasi ini dicadangkan untuk menggunakan antibiotika
b.      Untuk faringitis bakteri
Pemberian antibiotic pada faringitis harus berdasar pada gejala klinis dan hasil kultur positif pada pemeriksaan usapan tenggorok. Akan tetapi, hingga saat ini masih terdapat pemberian antibiotic yang tidak rasional untuk kasus faringitis akut. Salah satu penyebabnya adalah terdapat overdiagnosis faringitis menjadi faringitis streptokokus, dan memberikan antibiotic karena khawatir dengan salah satu komplikasinya berupa demam reumatik.
Antibiotic pilihan pada terapi faringitis akut streptokokus group A adalah Penisilin V oral 15-30 mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis selama 10 hari atau benzatin penisilin G IM dosis tunggal dengan dosis 600.000 IU (BB<30 kg) dan 1.200.000 IU (BB>30 kg). amoksilin dapat digunakan sebagai pengganti penisilin pada anak yang lebih kecil, karena selain efeknya sama, amoksilin juga memiliki rasa yang lebih enak. Amoksilin dengan dosis 50 mg/kgBB/hari dibagi 2 selama 6 hari, efektivitasnya sama dengan penisilin V oral selama 10 hari; atau dapat juga diberikan makrolid baru misalnya azitromisin dengan dosis tunggal 10 mg/kgBB/hari, selama 3 hari berturut-turut.
Kegagalan terapi adalah terdapatnya streptokokus setelah terapi selesai. Hal ini terjadi pada 5-20% populasi, dan lebih banyak pada populasi dengan pengobatan penisilin oral dibandingkan dengan suntik. Penyebabnya karena komplians yang kurang, infeksi ulang, atau adanya flora normal yang memproduksi β-laktamase. Kultur ulang apusan tanggorok hanya dilakukan pada keadaan dengan resiko tinggi, misalnya pada pasin dengan riwayat demam reumatik atau infeksi streptokokus yang berulang.
2.      Tirah Baring
3.      Pemberian cairan yang adekuat
4.      Diet ringan
5.      Obat kumur hangat (Adams, 1997; 330)
Berkumur dengan 3 gelas air hangat. Gelas pertama berupa air hangat sehingga penderita dapat menahan cairan dngan rasa enak. Gelas kedua dan ketiga dapae diberikan air yang lebihhangat. Anjurkan setiap 2 jam.
Obatnya yaitu:
a.       Cairan saline isotonik (½  sendok teh garam dalam 8 oncesair hangat)
b.      Bubuk sodium perbonat (1 sendok teh bubuk dalam 8 ounces air hangat). Hal ini terutama berguna pada infeksi vincent atau penyakit mulut. (1 ounce = 28 g)
6.      Pendidikan Kesehatan (Smeltzer, 2001; 549)
a.       Instruksikan pasien menghindari kontak dengan orang lain sampai demam hilang. Hindari penggunaan alkohol, asap rokok, tembakau dan polutan lain.
b.      Anjurkan pasien banyak minum. Berkumur dengan larutan normal salin dan pelega tenggorokan bila perlu.

I.       Komplikasi

1.      Sinusitis
Sinusitis adalah radang sinus yang ada disekitar hidung dapat berupa sinusitis maksilaris / frontalis. Sinusitis maksilaris disebabkan oleh komplikasi peradangan jalan napas bagian atas (salah satunya faringitis), dibantu oleh adanya faktor predisposisi. Penyakit ini dapat disebabkan oleh kuman tunggal dan dapat juga campuran seperti streptokokus, pneumokokus, hemophilus influenza dan kleb siella pneumoniae.
2.      Ototis media
Daerah telinga tengah normalnya adalah steril. Bakteri masuk melalui tube eustacius akibat kontaminasi sekresi dalam nasofaring.
3.      Abses peritonsial
Sumber infeksi berasal dari penjalaran faringitis/tonsilitis akut yang mengalami supurasi, menembus kapsul tonsil.
4.      Mastoiditis
5.      Adenitis servikal
6.      Demam rematik
Infeksi streptoceal yang awalnya ditandai dengan luka pada tenggorok akan menyebabkan peradangan dan pembentukan jaringan parut pada katup-katup jantung, terutama pada katup mitral dan aorta.
7.      Nefritis
8.      Meningitis
Infeksi bakteri padadaerah faring yang masuk ke peredaran darah, kemudian masuk ke meningen dapat menyebabkan meningitis.Akan tetapi komplikasi meningitis akibat faringitis jarang terjadi.

J.      Prognosis

Sebagian besar faringitis dapat sembuh spontan dalam 10 hari, tnamun sangat penting untuk mewaspadai terjadinya komplikasi pada faringitis (Kazzi,at.al.,2006).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar