BAB 2
LANDASAN TEORI
A.
Definisi

Faringitis
aadalah peradangan yang terjadi pada faring. Faringitis akut merupakan
peradangan tenggorok yang paling sering terjadi. Faringitis akut berat sering
disebut sebagai strep thoat, karena pada umumnya disebabkan oleh sreptokokus.
Faringitis (dalam bahasa
Latin; pharyngitis), adalah suatu penyakit peradangan yang menyerang tenggorok
atau faring yang disebabkan oleh bakteri
atau virus tertentu. Kadang juga disebut sebagai radang tenggorok (Wikipedia.com)
B.
Etiologi
Etiologi faringitis akut adalah bakteri atau virus yang ditularkan
secara droplet infection atau melalui bahan makanan / minuman / alat makan.
Penyakit ini dapat sebagai permulaan
penyakit lain, misalnya : morbili, Influenza, pnemonia, parotitis ,
varisela, arthritis, atau radang
bersamaan dengan infeksi jalan nafas bagian atas yaitu: rinitis akut, nasofaringitis,
laryngitis akut, bronchitis akut. Kronis
hiperplastik terjadi perubahan mukosa dinding posterior faring. Tampak
mukosa menebal serta hipertropi kelenjar limfe dibawahnya dan dibelakang arkus
faring posterior (lateral band). Adanya mukosa dinding posterior tidak rata
yang disebut granuler.
Sedangkan faringitis kronis atropi sering timbul bersama dengan rinitis
atropi, udara pernafasan tidak diatur suhu serta kelembabannya, sehingga
menimbulkan rangsangan serta infeksi pada faring.
1.
Bakteri
Bakteri Strptokokus group A,
C dan G
Bakteri Arcanobacterium
haemolyticum
Bakteri Yersinia
enterocolitica
2.
Virus
Virus Herpes simplex 1 dan 2
3.
Mikroplasma
Mycoplasma pneumoniae
4.
Rinitis kronis
5.
Sinusitis
6.
Iritasi kronik yang dialami
perokok dan peminum alkohol
7.
Inhalasi uap yang merangsang
mukosa faring pada pekerja labortorium
8.
Infeksi
9.
Daerah yang berdebu
10. Orang yang biasa bernafas melalui mulut,karena hidung tersumbat
C. Klasifikasi
Berdasarkan lama waktunya, faringitis terbagi
atas :
1.
Faringitis akut
Inflamasi febris yang disebabkna oleh organisme
virus sebanyak 70% lebih sering. Infeksi virus yang takterkomplikasi biasnya
akan menghilang dalam 3 sampai 10 hari setelah awitan. Bila disebabkan oleh bakteria, organisme yang
umumnya menyerangadalah stresptokokus group A. Faringitis yang disebabkan oleh
bakteria adalah penyakit yang lebih parah karena bahaya komplikasi, yaitu
sinusitis, otitis media, mastoiditis, adenitis servikal, dalam reumatik, dan
nefritis
Manifestasi klinis
a.
Membran faring tampak merah
b.
Folikel tonsil dan limfoid
membengkak dan diselimuti oleh eksudat
c.
Nodus limfe servikal membesar dan
mengeras
d.
Mungkin terdapat demam, malaise,
dan sakit tenggorok
e.
Serak, batuk, dan rinitis bukan
hal yang tidak lazim
Penatalaksanaan
a.
Preparat antimikrobial untuk
penyebab bakteria : pensilin untuk streptokokus group A dan sefalosporin untuk
penderita yang alergi terhadap pensilin atau resisten terhadap eritromisin
b.
Antibiotik diberikan sedikitnya
selama 10 hari
c.
Berikan diet cair atau lunak
selama fase akut
d.
Pemberian cairan IV jika tidak
mampu menelan karena sakit tenggorok
e.
Berikan dorongan untuk banyak
minum bila mampu untuk menelan (2500 ml setiap hari)
Intervensi keperawatan
a.
Berikan dorongan untuk tirah
baring selama penyakit tahan febris
b.
Terapakan tindak kewaspadaan
terhadap sekresi untuk mencegah penyebaran infeksi
c.
Periksa kulit sekali atau dua kali
sehari terhadap kemungkinan ruam karena faringitis akut dapat didahului oleh
penyakit menular lainnya
d.
Kencangkan alat swab nasal; kultur
darah dan tenggorok sesuai kebutuahn
e.
Berikan kumur salin hangat atau
irigasi untuk menghilangkan nyeri
f.
Pasang collar es untuk
penyembuahan simptomatik
g.
Berikan obat-obat analgesik atau
obat antitusif
h.
Lakukan perawatan mulut untuk
mencegah fisura bibir dan inflamasi mulut
2.
Faringitis kronis
Faringitis
kronis adalah bentuk yang umum terjadi pada orang dewasa yang bekerja atau
tinggal dilingkungan yang berdebu, menggunakan suara secara berlebihan,
menderita batuk kronis, dan kebiasaan penggunaan alkohaol dan tembakau. Dikenal
tiga tipe faringitis kronis; hipertrofik, penebalan dan kongesti umum membran
mukosa faring, tahap lanjut tipe 1; dan granular kronis. Dengan pembengkakan berbagai
folikel limfe dari dinding faring.
Manifestasi klinis
1.
Rasa iritasi dan sesak yang
konstan pada tenggorok
2.
Lendir, yang terkumpul dalam
tenggorok dan dikeluarkan dengan batuk
3.
Kesulitan menelan
Penatalaksanaan
1.
Instilasi hidung atau sprei hidung
untuk menghilangkan kongesti nasal
2.
Aspirin atau asetaminofen untuk
mengontrol malaise
3.
Hindari kontak dengan orang lain
sampai demam telah menghilangkan dengan sempurna untuk mencegah penyebaran
infeksi
Intervensi
keperawatan
1.
Instruksikan agar menghindari
penggunaan alkohol, tembakau, perokok pasif, dan pemajanan terhadap dingin
2.
Hindari polutan lingkungan/tempat
kerja atau minimalkan melalui penggunaaan masker sekali pakai
3.
Berikan dorongan untuk banyak
minum
4.
Berikan dorongan untuk sering
berkumur dengan salin hangat untuk menghilangkan rasa taknyaman pada tenggorok;
pelega tenggorokan untuk menjaga agar tenggorok tetap lembab
Sedaangkan berdasarkan penyebabnya, faringitis
terbagi atas :
1. Faringitis Kronis Hiperplastik
a.
Patologi
Pada faringitis
kronis hiperplastik terjadi perubahan mukosa dinding posterior faring. Tampak
mukosa menebal serta hipertrofi kelenjar limfe di bawahnya dan belakang arkus
faring posterior (lateral band). Degan demikian tampak mukosa dinding posterior
tidak rata yang disebut granuler.
b.
Gejala
Pasien mengeluh
gatal, kering serta berlndir yang sukar dikeluarkan di tenggorok. Kadang-kadang
disertai juga dengan batuk.
c.
Terapi
Dicari dan diobati
penyakit kronis di hidung dan sinus paranasal. Terapi lokal, dengan melakukan penggosokkan
memakai zat kimia (kaustik), misalnya larutan nitras argenti atau albothyl.
Pengobatan secara simtomatik, diberikan obat isap atau obat kumur, serta obat
batuk (antitusif atau ekspektoran).
2. Faringitis Kronis Atrofi ( Faringitis Sika)
a.
Etiologi
Faringitis kronis
atrofi seing timbul bersama dengan rinitis atrofi. Pada rinitis atrofi, udara
pernapasan tidak diatur suhu serta kelembabannya, sehingga menimbulkan
rangsangan serta infeksi pada faring.
b.
Gejala
Pasien mengeluh
tenggorok kering dan tebal, serta mulut berbau. Pada pemeriksaan tampak pada
mukosa faring terdapat lendir yang melekat, dan bila lendir itu diangkat,
tampak mukosa kering.
c.
Terapi
Terapi yang diberikan
sama dengan pengobatan rinitis atrofi, dngan ditambah dengan obat kumur,
penjagaan higiene mulut dan obat simtomatik.
3. Faringitis Spesifik
a.
FaringitisLeutika
Treponema palidum
(penyebab leus), dapat menimbulkan infeksi di daerah faring. Sedangkan penyakit
leus di organ lain, infeksi di faring gambaran kliniknya tergantung pada
stadium penykit, primer, sekunder, dan tersier.
Stadium Primer
Kelainan pada stadium primer terdapat pada lidah, palatum mole,
tonsil, dan dinding faring posterior. Kelainan ini berbentuk bercak keputihan
di tempat tersebut. Bila infeksi terus berlangsung, maka timbul ulkus. Ulkus
pada daerah faring bersifat seperti ulkus pada genetalia, yaitu tidak dirasakan
nyeri. Didapati jug pembesaran kelenjar mandibula yang tidak nyeri tekan.
Stadium Sekunder
Stadium ini jarang ditemukan. Pada stadium ini terdapat eritema
pada dinding faring yang menjalar ke arah laring.
Stadium Tersier
Pada stadium ini
terdapat guma. Tonsil dan palatum merupakan tempat predileksi untuk tmbuhnya
guma. Jaran ditemukan guma i dinding faring posterior. Bila didpatkan guma di
dinding faring posterior, akibatnya dapat mengenai vertebrata servikal, dan
bila pecah akan mnyebabkan kmatian.
Terapi berupa obat pilihan utama ialah
oenisilin, yang diberikan dalam dosis tinggi.
b.
Faringitis Tuberkolusa
Kuman tahan asam
dapat menyrng mukosa palatum mole, tonsil, platum durum, dasar lidah dan
epligotis. Biasanya infeksi di daerah faring merupakan proses sekunder dari
tuberkolusis paru, kecuali bila terjadi infeksi kuman tahan asam jenis bovinum.
Pada jenis bovinum ini dapat timbul tuberkolusis faring primer.
a)
Cara infeksi :
1)
Cara eksogen, yaitu kontk dengan
sputum yang mengandung kuman atau inhalasi kuman melalui udara.
2)
Cara endogen, yaitu
penyebaranmelalui darah pada tuberkolusis miliaris. Penelitian sekarang dapat
menemukan penyebaran secara limfogen.
b)
Bentuk dan tempat lesi
Menurut Meyerson (1960) kan terbentuk ulkus pada satu sisi tonsil dan
jaringan tonsil itu akan mengalami nekrosis. Bila infeksi timbul secara
hematogen, maka tonsil dapat terkena pada kedua sisi. Lesi sering ditmukan pad
dinding faring posterior, arkus faring anterior, dinding lateral hipofaring dan
palatum mole serta palatum durum. Kelenjar regional leher membengkak.
c)
Gejala
Pasien mengeluh nyeri tenggorok lebih hebat daripada nyeri yang timbul
akibat radang lainnya. Keadaan umu pasien buruk, karena anoreksia dan nyeri
untuk menelan makanan. Tidak jarang terdapat regurgitasi. Selain dari nyeri
yang sangat menonjol untuk menelan, terdapat juga nyeri di telingan (otalgi).
Terdpat juga adenopati servikal.
d)
Diagnosa
Untuk menegakkan diagnosis diperlukan pemeriksaan sputum untuk melihat
bail taha asam. Dibuat foto toraks untuk melihat adanya tuberkulosis paru.
Dilakukan juga biopsi jaringan yang terinfeksi untuk mnyingkiran danya
proses eganasan, serta mencari basil tahan asam di jaringan.
e)
Terapi
Terapi sesuai dengan terapi tuberkulosis paru.
D. Anatoni dan Fisiologi
Faring atau Pharinx adalah bagian tubuh manusia dibelakang hidung, mulut dan larinx dinamakan
pharinx. Sesuai dengan letaknya, pharinx dibagi menjadi :
1.
Pars oralis pharingis (= hasopharinx)
dibelakang hidung, posterior terhadap choane
2.
Pars oralis pharingis (=
oropharinx), terletak dibelakang mulut, posterior terhadap isthmusfaucium
3.
Pars oralis pharingis (=
laryngopharinx), terletak dibelakang larynx, posterior terhadap aditus laryngis

Pharinx atau kerongkongan dibentuk oleh otot-otot
konstriktor, yaitu berturut-turut dari atas kebawah : musculus constrictor
pharyngis superior, musculus constrictor pharyngis dengan raphe yang kuat
digaris tengah belakang. Musculus constrictor pharingis superior mempunyai
perlekatan pada tuberculum pharyngeum, hamulus pterygoideus, sisi lateraln
lidah dan os mahabula, serta raphe pterygomandibularis.
Musculus constriktor pharyngis media mempubyai perlekatan
pada GS hyoideum, musculus consrictor pharyngis inferior pada cartilago throide
dan cartilago cricoldea, sedangkan ujung caudalnya berhubungan dengan
oesofagus. Otot-otot ini diurus oleh cabang nervus vagus.
Phars penting untuk mekanisme menelan (=deglution) dan
pernapasan. Mucosa nashopharynx adalah epitel respirasi yang berupa epithel
bertingkat bercillia. Sedangkan bagian lain yang ditutup oleh epithel berlapis
gepeng.
Pars nasalis phariyngis secara klinis dapat dilihat melalui pemeriksaan
rhinoscopy posterior, dan sedikit melalui rhinoscopy anterior. Dinding
belakangnya terdapat tonsilla pharyngealis (=adenoid), dilateral terdapat
benjolan torus tubaris dan lubang keluar tuba auditiya ditengahnya. Penonjolan
ini disebabkan oleh pars cartilaginea tuba auditiya itu. Bagian anterior torus
tubarius melanjutkan diri kebawa membentuk plica saipingopalatina yang berakhir
pada palatum molle. Dan diposterior menjadi plica saingopharyngea yang berakhir
dioropharinx. Posterior terhadap kedua lipatan ini didapatkan recessus
phar6ngeus dan tonsila tubaria (=tubal tonsil), peralihan menjadi pars oralis
pharyngis dinamakan hiatus nasopharyngica.
Pars oralis
pharyngis pada radix linguae terlihta tiga lipatan
yang berhubungan dengan epiglotis yaitu plica glossoepiglotica lateralis kiri
kanan dan plica glossoepiglottica mediana. Dengan adanya plica itu terbentuk
dua cekungan yang dinamakan vallecula epiglottica kiri kanan. Melalui
perlekatan ini, epiglotis akan turut bergerak dengn lidah. Pada waktu menelan,
lidah tertarik kedepan sehingga pangkal epiglotis juga tertarik kedepan.
Sebagai akibatnya epiglotis mempunyai posisi yang menutup aditus laryngis.
Mencegah makanan masuk kelarynx.
Pars laryngeanpharyngis. Terletak posterior terhadap
aditus laryngis. Dikiri kanan larynx terdapat recossus priformis tempat lalu
makana yang ditelan. Bagian ini termasuk sulit mengalami pelebaran pada waktu
menelan karena dibatasi oleh tulang rawan sehingga menjadi salah satu
penyempitan jalan lalu makanan yang ditelan.
E. Patofisiologi
![]() |





Sputum


Sputum |

Resti deficit volume cairan
Jalan nafas tidak efektif
Kurang
pengetahuan

Resti deficit volume cairan |
Jalan nafas tidak efektif |
Kurang
pengetahuan
|
Penularan terjadi melalui droplet. Kuman menginfiltrasi lapisan epitel
kemudian bila epitel terkikis maka jaringan limfoid superficial bereaksi
terjadi pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit polimorfonuklear. Pada
stadium awal terdapat hiperemi, kemudian oedem dan sekresi yang meningkat.
Eksudat mula-mula serosa tapi menjadi menebal dan cenderung menjadi kering dan
dapat melekat pada dinding faring. Dengan hiperemi, pembuluh darah dinding faring
menjadi lebar. Bentuk sumbatan yang berwarna kuning, putih, atau abu-abu
terdapat pada folikel atau jaringan limfoid. Tampak bahwa folikel limfoid dan
bercak-bercak pada dinding faring posterior atau terletak lebih ke lateral
menjadi meradang dan membengkak sehingaa timbul radang pada tenggorok atau
faringitis.
F.
Gambaran Klinis
Gejala awal yang muncul pada penderita
faringitis umumnya
a.
Merasakan rasa gatal dan kering
pada tenggorokannya.
b.
Malaise (kelemahan) dan juga sakit
kepala merupakan gejala yang sering ditemukan karena adanya proses peradangan
pada faring.
c.
Selain itu, suhu tubuh bisa
mengalami sedikit kenaikan (subfebris).
d.
Eksudat (lendir) pada faring
menebal (karena pada awal penyakit terjadi peningkatan produksi eksudat).
Eksudat ini biasanya sulit untuk dikeluarkan. Untuk mengeluarkannya biasanya
dengan batuk.
e.
Suara menjadi parau/serak karena
peradangan juga mengenali laring.
f.
Selain itu, biasanya penderita
mengalami kesulitan menelan (disfagia) akibat nyeri telan.
g.
Nyeri bisa dirasakan hingga ke telinga.
h.
Pada pemeriksaan akan dijumpai
faring yang berwarna kemerahan dan kering.
i.
Pada jaringan limfoid tampak
berwarna kemerahan dan bengkak.
Gejala faringitis yang khas akibat bakteri
streptokokus berupa nyeri tenggorok dengan awitan mendadak, disfagia dan demam.
Urutan gejala yang biasanya dikeluhkan adalah nyeri kepala, nyeri perut dan
muntah. Selain itu juga didapatkan demam yang dapat mencapai suhu 40oC,
beberapa jam kemudian terdapat nyeri tenggorok.

1.
Nyeri tenggorokan dengan awitan
mendadak
2.
Disfagia
3.
Demam
4.
Mual dan mutah
5.
Faring hiperemis
6.
Tonsil bengkak dengan eksudasi
7.
Kelenjar getah bening leher
anterior bengkak dan nyeri
8.
Uvula bengkak dan merah
9.
Ekskoriasi hidung disertai lesi
impetigo sekunder
10. Ptekie platum mole
Tanda
dan gejala Faringitis yang disebabkan oleh virus dapat berupa:
1.
Rinorea
2.
Suara serak
3.
Batuk
4.
Konjungtivitis
5.
Diare
6.
Ulkus di
palatum mole dan dinding faring
7.
Eksudat di
palatum dan tonsil
Gejala yang timbul
akibat virus ini dapat menghilang dalam 24 jam, berlangsung selama 4-10 hari
(self limiting desease), jarang menimbulkan komplikasi dan memiliki prognosis
yang baik.
G. Pemeriksaan
Penunjang
1.
Pada pemeriksaan dengan
mempergunakan spatel lidah, tampak tonsil membengkak, hiperemis, terdapat
detritus, berupa bercak (folikel, lakuna, bahkan membran). Kelenjar
submandibula membengkak dan nyeri tekan, terutama pada anak.
2.
Pemeriksaan Biopsi
Contoh jaringan untuk pemeriksaan dapat diperoleh dari
saluran pernapasan (sekitar faring) dengan menggunakan teknik endoskopi.
Jaringan tersebut akan diperiksa dengan mikroskop untuk mengetahui adanya
peradangan akibat bakteri atau virus.
3.
Pemeriksaan Sputum
Pemeriksaan sputum makroskopik, mikroskopik atau
bakteriologik penting dalam diagnosis etiologi penyakit. Warna bau dan adanya
darah merupakan petunjuk yang berharga.
4.
Pemeriksaan Laboratorium
Kultur tenggorok : merupakan suatu metode yang dilakukan
untuk menegaskan suatu diagnosis dari faringitis yang disebabkan oleh bakteri
GABHS. Untuk mencapai hasil yang akurat, pangambilan swab dilakukan pada daerah
tonsil dan dinding faring posterior. Spesimen diinokulasi pada agar darah dan
ditanami disk antibiotik.
Kriteria standar untuk penegakan diagnosis infeksi GABHS adalah persentase sensitifitas mencapai 90-99 %. Kultur tenggorok sangat penting bagi penderita yang lebih dari 10 hari.
Kriteria standar untuk penegakan diagnosis infeksi GABHS adalah persentase sensitifitas mencapai 90-99 %. Kultur tenggorok sangat penting bagi penderita yang lebih dari 10 hari.
GABHS rapid antigen detection test
• merupakan suatu metode untuk mendiagnosa faringitis
karena infeksi GABHS. Tes ini akan menjadi indikasi jika pasien memiliki resiko
sedang, atau jika seorang dokter tidak nyaman memberikan terapi antibiotik
dengan resiko tinggi untuk pasien. Jika hasil yang diperoleh adalah positif
maka pengobatan antibiotik yang tepat, namun jika hasilnya negatif maka pengobatan
antibiotik dihentikan kemudian dilakukan follow-up
• Hasil kultur tenggorok negatif
• Rapid antigen detection tidak sensitive untuk
Streptococcus Group C dan G atau jenis bakteri patogen lainnya
H.
Penatalaksanaan Keperawatan
1.
Pemberian antibiotik
a.
Untuk faringitis virus
Penanganan dilakukan
dengan memberikan aspirin atau asetaminofen cairan dan istirahat baring.
Komplikasi seperti sinusitis atau pneumonia biasanya disebabkan oleh bakteri
karena adanya nekrosis epitel yang disebabkan oleh virus sehingga untuk
mengatsi komplikasi ini dicadangkan untuk menggunakan antibiotika
b.
Untuk faringitis bakteri
Pemberian antibiotic pada faringitis harus berdasar
pada gejala klinis dan hasil kultur positif pada pemeriksaan usapan tenggorok.
Akan tetapi, hingga saat ini masih terdapat pemberian antibiotic yang tidak
rasional untuk kasus faringitis akut. Salah satu penyebabnya adalah terdapat
overdiagnosis faringitis menjadi faringitis streptokokus, dan memberikan
antibiotic karena khawatir dengan salah satu komplikasinya berupa demam
reumatik.
Antibiotic pilihan pada terapi faringitis akut
streptokokus group A adalah Penisilin V oral 15-30 mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis
selama 10 hari atau benzatin penisilin G IM dosis tunggal dengan dosis 600.000
IU (BB<30 kg) dan 1.200.000 IU (BB>30 kg). amoksilin dapat digunakan
sebagai pengganti penisilin pada anak yang lebih kecil, karena selain efeknya
sama, amoksilin juga memiliki rasa yang lebih enak. Amoksilin dengan dosis 50
mg/kgBB/hari dibagi 2 selama 6 hari, efektivitasnya sama dengan penisilin V
oral selama 10 hari; atau dapat juga diberikan makrolid baru misalnya
azitromisin dengan dosis tunggal 10 mg/kgBB/hari, selama 3 hari berturut-turut.
Kegagalan terapi adalah terdapatnya streptokokus
setelah terapi selesai. Hal ini terjadi pada 5-20% populasi, dan lebih banyak
pada populasi dengan pengobatan penisilin oral dibandingkan dengan suntik.
Penyebabnya karena komplians yang kurang, infeksi ulang, atau adanya flora
normal yang memproduksi β-laktamase. Kultur ulang apusan tanggorok hanya
dilakukan pada keadaan dengan resiko tinggi, misalnya pada pasin dengan riwayat
demam reumatik atau infeksi streptokokus yang berulang.
2.
Tirah Baring
3.
Pemberian cairan yang adekuat
4.
Diet ringan
5.
Obat kumur hangat (Adams, 1997;
330)
Berkumur
dengan 3 gelas air hangat. Gelas pertama berupa air hangat sehingga penderita
dapat menahan cairan dngan rasa enak. Gelas kedua dan ketiga dapae diberikan
air yang lebihhangat. Anjurkan setiap 2 jam.
Obatnya yaitu:
Obatnya yaitu:
a.
Cairan saline isotonik (½
sendok teh garam dalam 8 oncesair hangat)
b.
Bubuk sodium perbonat (1 sendok
teh bubuk dalam 8 ounces air hangat). Hal ini terutama berguna pada infeksi
vincent atau penyakit mulut. (1 ounce = 28 g)
6.
Pendidikan Kesehatan (Smeltzer,
2001; 549)
a. Instruksikan pasien menghindari kontak dengan orang lain sampai demam
hilang. Hindari penggunaan alkohol, asap rokok, tembakau dan polutan lain.
b. Anjurkan pasien banyak minum. Berkumur dengan larutan normal salin dan
pelega tenggorokan bila perlu.
I.
Komplikasi
1.
Sinusitis
Sinusitis
adalah radang sinus yang ada disekitar hidung dapat berupa sinusitis maksilaris
/ frontalis. Sinusitis maksilaris disebabkan oleh komplikasi peradangan jalan
napas bagian atas (salah satunya faringitis), dibantu oleh adanya faktor
predisposisi. Penyakit ini dapat disebabkan oleh kuman tunggal dan dapat juga
campuran seperti streptokokus, pneumokokus, hemophilus influenza dan kleb
siella pneumoniae.
2.
Ototis media
Daerah
telinga tengah normalnya adalah steril. Bakteri masuk melalui tube eustacius
akibat kontaminasi sekresi dalam nasofaring.
3.
Abses peritonsial
Sumber
infeksi berasal dari penjalaran faringitis/tonsilitis akut yang mengalami
supurasi, menembus kapsul tonsil.
4.
Mastoiditis
5.
Adenitis servikal
6.
Demam rematik
Infeksi
streptoceal yang awalnya ditandai dengan luka pada tenggorok akan menyebabkan
peradangan dan pembentukan jaringan parut pada katup-katup jantung, terutama
pada katup mitral dan aorta.
7.
Nefritis
8.
Meningitis
Infeksi bakteri padadaerah faring yang masuk ke peredaran darah, kemudian masuk ke meningen dapat menyebabkan meningitis.Akan tetapi komplikasi meningitis akibat faringitis jarang terjadi.
Infeksi bakteri padadaerah faring yang masuk ke peredaran darah, kemudian masuk ke meningen dapat menyebabkan meningitis.Akan tetapi komplikasi meningitis akibat faringitis jarang terjadi.
J. Prognosis
Sebagian besar faringitis
dapat sembuh spontan dalam 10 hari, tnamun sangat penting untuk mewaspadai
terjadinya komplikasi pada faringitis (Kazzi,at.al.,2006).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar