Kamis, 30 Mei 2013

ASKEP KELUARGA LANSIA DENGAN DIABETES MILITUS



ASKEP KELUARGA  LANSIA DENGAN DIABETES MILITUS



BAB I
PENDAHULUAN



A.    Latar Belakang
Proses menua adalah keadaan yang tidak dapat dihindarkan. Manusia seperti halnya semua makhluk hidup didunia ini mempunyai batas keberadaannya dan akan berakhir dengan kematian. Perubahan-perubahan pada usia lanjut dan kemunduran kesehatannya kadang-kadang sukar dibedakan dari kelainan patologi yang terjadi akibat penyakit. Dalam bidang endokrinologi hampir semua produksi dan pengeluaran hormon dipengaruhi oleh enzim-enzim yang sangat dipengaruhi oleh proses menjadi tua.
Diabetes mellitus yang terdapat pada usia lanjut gambaran klinisnya bervariasi luas dari tanpa gejala sampai dengan komplikasi nyata yang kadang-kadang menyerupai penyakit atau perubahan yang biasa ditemui pada usia lanjut.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan diabetes mellitus?
2.      Bagaimana gambaran klinis diabetes mellitus?
3.      Bagaimana asuhan keperawatan keluarga dengan lansia yang menderita diabetes mellitus?

C.    Tujuan Penulisan
1.      Mengetahui definisi diabetes mellitus
2.      Mengetahui gambaran klinis diabetes mellitus
3.      Mengetahui asuhan keperawatan keluarga dengan lansia yang menderita diabetes mellitus





BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.    KONSEP LANSIA
1.      Pengertian lansia
Pengertian lansia (Lanjut Usia) adalah fase menurunnya kemampuan akal dan fisik, yang di mulai dengan adanya beberapa perubahan dalam hidup. Sebagai mana di ketahui, ketika manusia mencapai usia dewasa, ia mempunyai kemampuan reproduksi dan melahirkan anak. Ketika kondisi hidup berubah, seseorang akan kehilangan tugas dan fungsi ini, dan memasuki selanjutnya, yaitu usia lanjut, kemudian mati. Bagi manusia yang normal, siapa orangnya, tentu telah siap menerima keadaan baru dalam setiap fase hidupnya dan mencoba menyesuaikan diri dengan kondisi lingkunganya (Darmojo, 2004).
Pengertian lansia (lanjut usa) menurut UU no 4 tahun 1965 adalah seseorang yang mencapai umur 55 tahun, tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain (Wahyudi, 2000) sedangkan menuru UU no.12 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia (lanjut usia) adalah seseorang yang telah mencapai usia diatas 60 tahun (Depsos, 1999). Usia lanjut adalah sesuatu yang harus diterima sebagai suatu kenyataan dan fenomena biologis. Kehidupan itu akan diakhiri dengan proses penuaan yang berakhir dengan kematian (Hutapea, 2005).
Sedangkan menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pengertian lansia digolongkan menjadi 4, yaitu:
a.       Usia pertengahan (middle age) 45 -59 tahun
b.      Lanjut usia (elderly) 60 -74 tahun
c.       Lanjut usia tua (old) 75 – 90 tahun
d.      Lansia sangat tua (very old) diatas 90 tahun.
Lansia (lanjut usia) adalah kelompok penduduk yang berusia 60 tahun ke atas (Hardywinoto dan Setiabudhi, 1999). Pada lanjut usia akan terjadi proses menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya secara perlahan-lahan sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang terjadi (Constantinides, 1994).
Karena itu di dalam tubuh akan menumpuk makin banyak distorsi metabolik dan struktural disebut penyakit degeneratif yang menyebabkan lansia akan mengakhiri hidup dengan episode terminal (Darmojo dan Martono, 1999;4). Penggolongan lansia menurut Depkes dikutip dari Azis (1994) menjadi tiga kelompok yakni :
a.       Kelompok lansia dini (55 – 64 tahun), merupakan kelompok yang baru memasuki   lansia.
b.      Kelompok lansia (65 tahun ke atas).
c.       Kelompok lansia resiko tinggi, yaitu lansia yang berusia lebih dari 70 tahun

B KONSEP KELUARGA
1.      Pengertian keluarga
Fredman (1998) mendefinisikan bahwa keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang hidup bersama dengan keterikatan aturan dan emosional dan individu yang mempunyai peran masing-masing yang merupakan bagian dari keluarga.
Pakar konseling dari yogyakarta Sayekti (1994) menulis bahwa keluarga adalah suatu ikatan atau persekutuan hidup atas dasar perkawinan antara orang dewasa yang berkelainan jenis hidup bersama atau seorang laki-laki atau seorang perempuan yang sudah sendirian dengan atau tanpa anak, baik anaknya sendiri maupun adopsi, dan tinggal dalam sebuah rumah tangga.
Keluarga merupakan suatu gejala yang bersifat universal dan mempunyai 4 karakteristik pada keluarga.
a.       Keluarga terdiri dari orang yang bersatu karena ikatan perkawinan darah atau adopsi.
b.      Para anggota keluarga biasanya hidup bersama dalam suatu rumah membentuk suatu rumah tangga.
c.       Keluarga merupakan satu kesatuan orang yang berinteraksi dan saling berkomunikasi yang memainkan peran suami dan isteri , bapak dan ibu , anak dan saudara.
d.      Keluarga mempertahankan suatu kebudayaan bersama yang sebagian besar bersal dari kebudayaan umum yang lebih besar/luas.
Atas landasan keempat dari karakteristik diatas dapat disimpulkan pengertian keluarga adalah sebagai berikut:
Keluarga merupakan kelompok orang yang dipersatukan dari ikatan perkawinan ,darah atau adopsi yang membentuk suatu rumah tangga yang saling berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lain dengan melalui peran masing-masing sebagai anggota keluarga dan mempertahankan kebudayaan masyarakat yang berlaku umum menciptakan kebudayaan sendiri.

2.      Tipe-tipe keluarga
Pembagian tipe keluarga bergantung pada konteks keilmuan dan orang yang mengelompokkan. Secara tradisional keluarga dikelompokkan menjadi 2 yaitu:
a.       Keluarga inti (nuclear family) adalah keluarga yang hanya terdiri dari ayah, ibu, dan anak yang diperoleh dari keturunannya atau adopsi atau  keduanya.
b.      Keluarga besar (extended family) adalah keluarga inti ditambah anggota keluarga lain yang masih mempunyai hubungan darah( kakek-nenek,paman-bibi).
Namun dengan berkembangnya peran individu dan meningkatnya rasa individualisme, pengelompokan tipe keluarga selain kedua diatas berkembang menjadi:
a.       Keluarga bentukan kembali (dyadic family) adalah keluarga baru yang terbentuk dari pasangan yang telah cerai atau kehilangan pasangannya.
b.      Orang tua tunggal(single parent family) adalah keluarga yang terdiri dari salah satu orang tua dengan anak-anak akibat dari perceraian atau ditinggal pasangannya.
c.       Ibu dengan anak tanpa perkawinan( the unmarried teenage mother)
d.      Orang dewasa (laki-laki atau perempuan) yang tinggal sendiri tanpa pernah menikah (the single adult living alone)
e.       Keluarga dengan anak tanpa pernikahan sebelumnya (the nonmarital heteroseksual cohabiting family) biasanya dapat dijumpai pada daerah kumuh perkotaan tetapi pada akhirnya mereka dinikahkan oleh pemerintah daerah.
f.       Keluarga yang dibentuk oleh pasangan yang berjenis kelamin sama (gay and lesbian family)

3.      Fungsi Keluarga
Secara umum fungsi keluarga (Friedman, 1998) adalah sebagai berikut:
a.       Fungsi efektif ( the affective function) adalah fungsi keluarga yang utama untuk mengajarkan segala sesuatu untuk mempersiapkan anggota keluarga berhubungan dengan orang lain.fungsi ini dibutuhkan untuk perkembangan individu dan psikososial anggota keluarga.
b.      Fungsi sosial dan tepat bersosialisasi (sosialization unsocial placement function) adalah fungsi mengembangkan dan tempat melatih anak untuk berkehidupan sosial sebelum meninggalkan rumah untuk berhubungan dengan orang lain diluar rumah.
c.       Fungsi reproduksi (the reproduktive function) adalah fungsi untuk memprtahankan generasi dan menjaga kelangsungan keluarga.
d.      Fungsi ekonomi (the economic function), yaitu kelurga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara ekonomi dan tempat untuk mengembangkan kemampuan individu meningkatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
e.       Fungsi perawatan atau pemeliharaan kesehatan (the healt care function) yaitu fungsi untuk mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar tetap memiliki produktivitas tinggi.

C.    KONSEP DASAR DIABETES MELITUS
1.      Definisi Diabetes Melitus
Diabetes melitus merupakan kelainan metabolisme yang kronis terjadi defisiensi insulin atau retensi insulin, di tandai dengan tingginya keadaan glukosa darah (hiperglikemia) dan glukosa dalam urine (glukosuria) atau merupakan sindroma klinis yang ditandai dengan hiperglikemia kronik dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein sehubungan dengan kurangnya sekresi insulin secara absolut / relatif dan atau adanya gangguan fungsi insulin.
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Mansjoer, 2000).
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth, 2002).
Diabetes mellitus merupakan penyakit sistemis, kronis, dan multifaktorial yang dicirikan dengan hiperglikemia dan hipoglikemia. ( Mary,2009)

2.      Etiologi
Beberapa ahli berpendapat bahwa dengan bertambahnya umur, intoleransi terhadap glukosa juga meningkat, jadi untuk golongan usia lanjut diperlukan batas glukosa darah yang lebih tinggi daripada orang dewasa non usia lanjut.
Pada NIDDM, intoleransi glukosa pada lansia berkaitan dengan obesitas, aktivitas fisik yang berkurang,kurangnya massa otot, penyakit penyerta, penggunaaan obat-obatan, disamping karena pada lansia terjadi penurunan sekresi insulin dan insulin resisten. Lebih dari 50% lansia diatas 60 tahun yang tanpa keluhan, ditemukan hasil Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) yang abnormal. Intoleransi glukosa ini masih belum dapat dikatakan sebagai diabetes. Pada usia lanjut terjadi penurunan maupun kemampuan insulin terutama pada post reseptor.
Pada lansia cenderung terjadi peningkatan berat badan, bukan karena mengkonsumsi kalori berlebih namun karena perubahan rasio lemak-otot dan penurunan laju metabolisme basal. Hal ini dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya diabetes mellitus. Penyebab diabetes mellitus pada lansia secara umum dapat digolongkan ke dalam dua besar :
a.       Proses menua/kemunduran (Penurunan sensitifitas indra pengecap, penurunan fungsi pankreas, dan penurunan kualitas insulin sehingga insulin tidak berfungsi dengan baik).
b.       Gaya hidup (life style) yang jelek (banyak makan, jarang olahraga, minum alkohol, dan lain-lain.)
Keberadaan penyakit lain, sering menderita stress juga dapat menjadi penyebab terjadinya diabetes mellitus.
Selain itu perubahan fungsi fisik yang menyebabkan keletihan dapat menutupi tanda dan gejala diabetes dan menghalangi lansia untuk mencari bantuan medis. Keletihan, perlu bangun pada malam hari untuk buang air kecil, dan infeksi yang sering merupakan indikator diabetes yang mungkin tidak diperhatikan oleh lansia dan anggota keluarganya karena mereka percaya bahwa hal tersebut adalah bagian dari proses penuaan itu sendiri.

3.      Klasifikasi
a.       Diabetes melitus tipe I
Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut baik melalui proses imunologik maupun idiopatik. Karakteristik Diabetes Melitus tipe I:
1)      Mudah terjadi ketoasidosis
2)      Pengobatan harus dengan insulin
3)      Onset akut
4)      Biasanya kurus
5)      Biasanya terjadi pada umur yang masih muda
6)      Berhubungan dengan HLA-DR3 dan DR4
7)      Didapatkan antibodi sel islet
8)      10%nya ada riwayat diabetes pada keluarga
b.      Diabetes melitus tipe II :
Bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin. Karakteristik DM tipe II :
1)      Sukar terjadi ketoasidosis
2)      Pengobatan tidak harus dengan insulin
3)      Onset lambat
4)      Gemuk atau tidak gemuk
5)      Biasanya terjadi pada umur > 45 tahun
6)      Tidak berhubungan dengan HLA
7)      Tidak ada antibodi sel islet
8)      30%nya ada riwayat diabetes pada keluarga
9)       ± 100% kembar identik terkena

4.      Patofisiologi
Dalam proses metabolisme, insulin memegang peranan penting yaitu memasukkan glukosa ke dalam sel yang digunakan sebagai bahan bakar. Insulin adalah suatu zat atau hormon yang dihasilkan oleh sel beta di pankreas. Bila insulin tidak ada maka glukosa tidak dapat masuk sel dengan akibat glukosa akan tetap berada di pembuluh darah yang artinya kadar glukosa di dalam darah meningkat.
Pada Diabetes melitus tipe 1 terjadi kelainan sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Pasien diabetes tipe ini mewarisi kerentanan genetik yang merupakan predisposisi untuk kerusakan autoimun sel beta pankreas. Respon autoimun dipacu oleh aktivitas limfosit, antibodi terhadap sel pulau langerhans dan terhadap insulin itu sendiri.
Pada diabetes melitus tipe 2 yang sering terjadi pada lansia, jumlah insulin normal  tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel yang kurang sehingga glukosa yang masuk ke dalam sel sedikit dan glukosa dalam darah menjadi meningkat

5.      Manifestasi Klinis
Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada lansia umumnya tidak ada. Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda disebabkan ambang ginjal yang tinggi, dan dapat muncul keluhan nokturia disertai gangguan tidur, atau bahkan inkontinensia urin. Perasaan haus pada pasien DM lansia kurang dirasakan, akibatnya mereka tidak bereaksi adekuat terhadap dehidrasi. Karena itu tidak terjadi polidipsia atau baru terjadi pada stadium lanjut. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf.
Pada DM lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menua, sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus dengan komplikasi yang luas. Keluhan yang sering muncul adalah adanya gangguan penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan lazim.
Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering ditemukan adalah :
a.       Katarak
b.      Glaukoma
c.       Retinopati
d.      Gatal seluruh badan
e.       Pruritus Vulvae
f.       Infeksi bakteri kulit
g.      Infeksi jamur di kulit
h.      Dermatopati
i.        Neuropati perifer
j.        Neuropati viseral
k.      Amiotropi
l.        Ulkus Neurotropik
m.    Penyakit ginjal
n.      Penyakit pembuluh darah perifer
o.      Penyakit koroner
p.      Penyakit pembuluh darah otak
q.      Hipertensi

6.      Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dalam diabetes melitus terbagi menjadi 2, yakni : penatalaksanaan secara medis dan penatalaksanaan secara keperawatan. Penatalaksanaan secara medis adalah sebagai berikut:
a.       Obat Hipoglikemik oral
1)      Golongan Sulfonilurea / sulfonyl ureas
Obat ini paling banyak digunakan dan dapat dikombinasikan denagn obat golongan lain, yaitu biguanid, inhibitor alfa glukosidase atau insulin. Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan produksi insulin oleh sel- sel beta pankreas, karena itu menjadi pilihan utama para penderita DM tipe II dengan berat badan yang berlebihan. Obat – obat yang beredar dari kelompok ini adalah:
(a)    Glibenklamida (5mg/tablet).
(b)   Glibenklamida micronized (5 mg/tablet).
(c)    Glikasida (80 mg/tablet).
(d)   Glikuidon (30 mg/tablet).
2)      Golongan Biguanid / Metformin
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi glukosa hati, memperbaiki ambilan glukosa dari jaringan (glukosa perifer). Dianjurkan sebagai obat tunggal pada pasien dengan kelebihan berat badan.
3)      Golongan Inhibitor Alfa Glukosidase
Mempunyai efek utama menghambat penyerapan gula di saluran pencernaan, sehingga dapat menurunkan kadar gula sesudah makan. Bermanfaat untuk pasien dengan kadar gula puasa yang masih normal.
b.      Insulin
1)      Indikasi insulin
Pada DM tipe I yang tergantung pada insulin biasanya digunakan Human Monocommponent Insulin (40 UI dan 100 UI/ml injeksi), yang beredar adalah Actrapid. Injeksi insulin juga diberikan kepada penderita DM tipe II yang kehilangan berat badan secara drastis. Yang tidak berhasil dengan penggunaan obat – obatan anti DM dengan dosis maksimal, atau mengalami kontraindikasi dengan obat – obatan tersebut, bila mengalami ketoasidosis, hiperosmolar, dana sidosis laktat, stress berat karena infeksi sistemik, pasien operasi berat, wanita hamil dengan gejala DM gestasional yang tidak dapat dikontrol dengan pengendalian diet.
2)      Jenis Insulin
(a)    Insulin kerja cepat Jenis – jenisnya adalah regular insulin, cristalin zink, dan semilente.
(b)   Insulin kerja sedang Jenis – jenisnya adalah NPH (Netral Protamine Hagerdon)
(c)    Insulin kerja lambat Jenis – jenisnya adalah PZI (Protamine Zinc Insulin)
Sedangkan unuk penatalaksanaan secara keperawatan adalah sebagai berikut:
a.       Diet
Salah satu pilar utama pengelolaan DM adalah perencanaan makan. Walaupun telah mendapat tentang penyuluhan perencanaan makanan, lebih dari 50 % pasien tidak melaksanakannya. Penderita DM sebaiknya mempertahankan menu diet seimbang, dengan komposisi idealnya sekitar 68 % karbohidrat, 20 % lemak dan 12 % protein. Karena itu diet yang tepat untuk mengendalikan dan mencegah agar berat badan tidak menjadi berlebihan dengan cara : Kurangi kalori, kurangi lemak, konsumsi karbohidrat komplek, hindari makanan yang manis, perbanyak konsumsi serat.
b.      Olahraga
Olahraga selain dapat mengontrol kadar gula darah karena membuat insulin bekerja lebih efektif. Olahraga juga membantu menurunkan berat badan, memperkuat jantung, dan mengurangi stress. Bagi pasien DM melakukan olahraga dengan teratur akan lebih baik, tetapi jangan melakukan olahraga yang berat – berat

7.      Pemeriksaan Diagnostik
Glukosa darah sewaktu
a.       Kadar glukosa darah puasa
b.      Tes toleransi glukosa
Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan:
a.       Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
b.      Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
c.       Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl

8.      Komplikasi
Komplikasi diabetes mellitus diklasifikasikan menjadi akut dan kronis. Yang termasuk dalam komplikasi akut adalah hipoglikemia, diabetes ketoasidosis (DKA), dan hyperglycemic hyperosmolar nonketocic coma (HHNC). Yang termasuk dalam komplikasi kronis adalah retinopati diabetic, nefropati diabetic, neuropati, dislipidemia, dan hipertensi.
a.       Komplikasi akut
1)      Diabetes ketoasidosis
Diabetes ketoasidosis adalah akibat yang berat dari deficit insulin yang berat pada jaringan adipose, otot skeletal, dan hepar. Jaringan tersebut termasuk sangat sensitive terhadap kekurangan insulin. DKA dapat dicetuskan oleh infeksi ( penyakit)
b.      Komplikasi kronis:
1)      Retinopati diabetic
Lesi paling awal yang timbul adalah mikroaneurism pada pembuluh retina. Terdapat pula bagian iskemik, yaitu retina akibat berkurangnya aliran darah retina. Respon terhadap iskemik retina ini adalah pembentukan pembuluh darah baru, tetapi pembuluh darah tersebut sangat rapuh sehingga mudah pecah dan dapat mengakibatkan perdarahan vitreous. Perdarahan ini bisa mengakibatkan ablasio retina atau berulang yang mengakibatkan kebutaan permanen.
2)      Nefropati diabetic
Lesi renal yang khas dari nefropati diabetic adalah glomerulosklerosis yang nodular yang tersebar dikedua ginjal yang disebut sindrom Kommelstiel-Wilson. Glomeruloskleriosis nodular dikaitkan dengan proteinuria, edema dan hipertensi. Lesi sindrom Kommelstiel-Wilson ditemukan hanya pada DM.
3)      Neuropati
Neuropati diabetic terjadi pada 60 – 70% individu DM. neuropati diabetic yang paling sering ditemukan adalah neuropati perifer dan autonomic.
4)      Displidemia
Lima puluh persen individu dengan DM mengalami dislipidemia.
5)      Hipertensi
Hipertensi pada pasien dengan DM tipe 1 menunjukkan penyakit ginjal, mikroalbuminuria, atau proteinuria. Pada pasien dengan DM tipe 2, hipertensi bisa menjadi hipertensi esensial. Hipertensi harus secepat mungkin diketahuin dan ditangani karena bisa memperberat retinopati, nepropati, dan penyakit makrovaskular.
6)      Kaki diabetic
Ada tiga factor yang berperan dalam kaki diabetic yaitu neuropati, iskemia, dan sepsis. Biasanya amputasi harus dilakukan. Hilanggnya sensori pada kaki mengakibatkan trauma dan potensial untuk ulkus. Perubahan mikrovaskuler dan makrovaskuler dapat mengakibatkan iskemia jaringan dan sepsis. Neuropati, iskemia, dan sepsis bisa menyebabkan gangrene dan amputasi.
7)      Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah keadaan dengan kadar glukosa darah di bawah 60 mg/dl, yang merupakan komplikasi potensial terapi insulin atau obat hipoglikemik oral. Penyebab hipoglikemia pada pasien sedang menerima pengobatan insulin eksogen atau hipoglikemik oral.

BAB III
TINJAUAN KASUS

A.    Kasus :
Tn. M (65 tahun) mempunyai istri Ny. S (60 tahun). Mereka memiliki 2 orang anak, yakni Ny. K  (38 tahun) dan Tn. O (30 tahun). Ny. K yang telah menikah, tinggal bersama suaminya di luar kota. Tn. O yang juga sudah menikah dengan  Ny. J (27 tahun) yang tinggal bersama Tn. M. Ny.S sering mengeluh banyak minum, sering kencing serta nafsu makannya meningkat. Keadaanya terlihat lemas, dan kurang bersemangat. 1 tahun yang lalu, Ny.S dibawa periksa ke puskesmas kota dan didiagnosa diabetes militus (DM).
Ny. S tidak bisa kontrol teratur ke puskesmas karena yang mengantarkan tidak ada dan keterbatasan biaya. Tn. M, Tn. O dan Ny. J bekerja sebagai buruh pabrik. Tn. M kadang (jika ada rejeki) membeli obatnya di apotek terdekat sesuai foto copi resep dokter. Hasil observasi jari kaki Ny. S sebelah kiri terdapat luka kecil sudah 3 minggu belum sembuh.

B.     Pengkajian
1.      Data Umum
a.       Identitas Keluarga
Nama KK              : Tn. M
Jenis Kelamin        : Laki - laki
Umur                     : 65 tahun
Pendidikan                        : SD
Pekerjaan               : Swasta
Alamat                  : Gayaman Kota Mojokerto
b.      Komposisi Keluarga
No
nama
Jenis kelamin
Hubungan keluarga
Umur
Pekerjaan
ket
1.
Tn.M
L
Suami
65 thn
swasta
sehat
2.
Ny.S
P
Istri
60 thn
Ibu RT
DM
3.
Tn.O
L
Anak
30 thn
Swasta
Sehat
4.
Ny.J
P
Menantu
27 thn
Swasta
sehat

c.       Genogram
d.      Type Keluarga                   : Keluarga usia lanjut
e.       Suku / Kebangsaan           : Jawa
f.       Agama                               : Islam
g.      Status Sosial Ekonomi
1)      Kegiatan Organisasi
Keluarga Tn. M termasuk keluarga yang aktif dalam organisasi di masyarakat. Khususnya Ny. S, ia selalu ikut dalam kegiatan pengajian, arisan dll walaupun dengan badan yang sudah rentan dan kaki yang terkadang terasa sakit.
2)      Keadaan Ekonomi
Keluarga Tn. M termasuk keluarga prasejahtera karena keluarga hanya bisa mendapatkan uang dari kontrakan dan dari uang gakin serta mendapatkan beras miskin. Untuk memenuhi kebutuhann sehari-hari keluarga Tn. M hanya mengandalkan penghasilan anak dan menantunya.
h.      Aktivitas Rekreasi Keluarga
Kegiatan rekreasi keluar rumah seperti ikut pengajian namun untuk tamasya Tn. M tidak melakukan lagi karena tesangkut masalah biaya dan kondisi sakit yang dialaminya dan istri. Sedangkan rekreasi di dalam rumah seperti mengobrol dengan tetangga sebelah di beranda rumah.

2.      Riwayat dan Tahap Perkembangan Keluarga
a.       Tahap perkembangan keluarga adalah keluarga usia lanjut
b.      Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi adalah keluarga telah memenuhi perkembangannya.
c.       Riwayat Keluarga Inti
Ny. S menderita diabetes mellitus tipe 2 setelah kontrol gula darah di puskesmas November 2011 dan di berikan injeksi insulin.
d.      Riwayat Keluarga Sebelumnya
Tidak diketahui apakah orang tua Ny. S menderita diabetes mellitus atau tidak. Karena tidak pernah diperiksa tim medis.

3.      Lingkungan
a.       Kharakteristik Rumah
Rumah Tn. M merupakan rumah milik pribadi dengan ukuran kurang lebih 100 m2. Termasuk rumah semi permanent, berdinding tembok dan juga kayu (gedek) lantainya dari sebagian semen dan sebagian tanah. Mempunyai 1 ruang tamu, 4 kamar tidur, 1 dapur, 1 kamar mandi dan WC. Ventilasi rumah belum mencukupi 10% dari total bangunan dan lingkungannya tampak kotor.
1)      Pembuangan Air Kotor
Ada septik tank dan pembuangan air limbah dengan kondisi baik dengan kedalaman 10 meter terletak di belakang rumah dan jarak dari sumber air kurang dari 10 meter.
2)      Pembuangan Sampah
Keluarga mempunyai tempat pembuangan sampah sendiri yang di tempatkan di bak sampah atau di bagor dan kemudian di ambil petugas sampah setiap 2 hari sekali.
3)      Sanitasi
Lingkungan rumah Tn. M tampak sedikit kotor, pekarangan tidak dimanfaatkan secara maksimal hanya ada beberapa tanaman saja.
4)      Jamban Keluarga
Mempunyai jamban keluarga sendiri dengan bentuk leher angsa dan terletak di dalam rumah.
5)      Sumber Air Minum
Keluarga memanfaatkan air sumur yang dikelola satu perumahan.
b.      Kharakteristik Tetangga dan Komunitas RW
Tetangga Tn. M termasuk tetangga yang baik, rasa kekeluargaan dan kegotong royongan tinggi dan selalu siap membantu keluarga Tn. M.
c.       Mobilitas Geografi Keluarga
Keluarga Tn. M sudah lama tinggal di rumah tersebut tidak pernah pindah sejak oranng tuanya masih ada Tn. M tinggal di sana.
d.      Sistem Pendukung Keluarga
Keluarga selalu mendapat dukungan dari tetangga dan juga dari keluarga besarnya. Bila ada masalah kesehatan dengan salah satu anggota keluarga, Tn. M selalu membawa ke dokter yang terdekat dengan rumah atau ke pak mantra.
Jarak Untuk Pelayanan Kesehatan Terdekat
Puskesmas                         : kurang lebih 2 km
Puskesmas pembantu        : kurang lebih 10 km
Rumah sakit                      : kurang lebih 15 km
Posyandu                          : kurang lebih 200 meter
Fasilitas Sosial
Masjid/mushola                 : kurang lebih 200 km
Pasar                                  : kurang lebih 200 km

4.      Struktur Keluarga
a.       Pola komunikasi keluarga
Antar anggota keluarga terbina hubungan yang harmonis, dalam menghadapi suatu permasalahan, biasanya dilakukan musyawarah keluarga sebelum memutuskan suatu permasalahan. Komunikasi dilakukan dengan sangat terbuka.
b.      Struktur kekuatan keluarga
Keluarga merupakan keluarga inti yang terdiri dari suami, istri dan 2 orang anak dan saling perhatian.
c.       Struktur peran keluarga
Tn. M sebagai kepala keluarga bertanggung jawab dalam mengatur rumah tangganya.
Ny. Ssebagai istri bekerja sebagai ibu rumah tangga.
Tn. O sebagai anak kedua yang telah menikah dengan Ny. J.
d.      Nilai dan norma keluarga
Nilai dan norma yang berlaku dalam keluarga menyesuaikan dengan nilai dalam agama Islam yang dianutnya serta norma masyarakat disekitarnya.

5.      Fungsi Keluarga
a.       Fungsi afektif
Keluarga cukup rukun dan perhatian dalam membina rumah tangga
b.      Fungsi sosial
Keluarga selalu mengajarkan dan menanamkan perilaku sosial yang baik. Keluarga juga cukup aktif bermasyarakat dengan mengikuti kegiatan yang ada di masyarakat.
c.       Fungsi perawatan kesehatan
Keluarga kurang mampu mengenal masalah kesehatan tentang penyakit DM, hal ini ditunjukkan dengan keluarga kurang menyadari dampak masalah kesehatan akibat penyakit DM. Keluarga juga tidak tahu bahwa penyakitnya bisa di turunkan kepada anaknya sehingga harus mendapat pengobatan yang segera dan jangka waktu yang cukup panjang. Kemampuan keluarga dalam mengambil keputusan juga terbatas karena keluarga tidak mengetahui tentang masalah yang terjadi pada penyakit DM. Keluarga tidak mengetahui langkah-langkah yang harus dilakukan dalam menangani penyakitnya.
d.      Fungsi reproduksi
Tn. M berusia 65 tahun dan Ny. S 60 tahun merupakan usia lansia, keluarga tidak menggunakan kontrasepsi pil dan suntik.
e.       Fungsi ekonomi
Tn. M bekerja sebagai buruh pabrik untuk kehidupan sehari-harinya ia dibantu oleh anak dan menantunya yang juga bekerja sebagai buruh pabrik.

6.      Stress dan Koping Keluarga
a.       Strategi Koping
Tn. M merasa apa yang terjadi pada istrinya merupakan kehendak Tuhan, Tn. M hanya bisa pasrah. Bila ada masalah tidak dibuat tegang agar tidak stress berusaha berpikir dengan pikiran dingin dan lebih santai.
b.      Status Emosi
Tn. M termasuk orang yang tidak mudah untuk stress. Ia berusaha membesarkan hati istri dan anaknya agar tidak gampang emosi sehingga pemikiran dan pengambilan keputusan memang benar-benar di pikirkan matang-matang.

7.      Pemeriksaan Fisik
Melakukan pemeriksaan fisik pada setiap anggota keluarga terutama yang diidentifikasi sebagai klien atau sasaran pelayanan asuhan keperawatan keluarga.
a.       Pemeriksaan fisik umum
Keadaan umum Ny. S nampak lemah dan tidak bersemangat, badannya agak kurus, banyak makan dan minum.
b.      Tanda-tanda vital :
Tekanan darah       : 180/100 mmHg
Nadi                      : 80 x/menit
Pernapasan            : 30 x/menit
Suhu : 37oC
c.       Pemeriksaan fisik khusus
1)      Kepala
Pada pemeriksaan kepala, tidak ditemukan kelainan, bentuk kepala normal
2)      Leher
Pada leher tidak nampak adanya peningkatan tekanan vena jugularis dan arteri carotis, tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tiroid (struma).
3)      Mata
Konjungtiva tidak terlihat anemis, tidak ada katarak, penglihatan masih baik.
4)       Telinga
Fungsi pendengaran baik
5)      Hidung
Tidak ada kelainan yang ditemukan
6)      Mulut
Tidak ada kelainan
7)      Dada
Pergerakan dada terlihat simetris, suara jantung S1 dan S2 tunggal,tidak terdapat palpitasi, suara mur-mur (-), ronchi (-), wheezing (-), nafas cuping hidung (-)
8)      Abdomen
Pada pemeriksaan abdomen tidak didapatkan adanya pembesaran hepar, tidak kembung, pergerakan peristaltik usus baik, tidak ada bekas luka operasi
9)      Ekstremitas
Pada pemeriksaan ekstremitas atas dan bawah ditemukan luka kecil pada kaki kiri dan sudah 3 minggu belum sembuh. Sehingga Ny. S sulit melakukan kegiatan sehari hari.

8.      Harapan Keluarga
Keluarga Tn. M berharap istrinya sembuh dari penyakitnya sehingga dapat melakukan aktifitas sehari-hari dengan nyaman.

C.    Analisa Data
No
Data
Etiologi
Masalah
1
Data Subjektif :
          Sering BAK terutama pada malam hari
          Kesemutan atau kram
          Sering lapar / nafsu makan meningkat
          Nafsu makan menurun
          Mual muntah
          Berat badan menurun 
          Lemah
          Sering minum
          Pengelihatan kabur
          Nafas cepat
          Kepala terasa ringan / pusing
    
Data Objektif :
Berat badan   : 56 kg,   Tinggi badan : 157 cm
          Luka gangren
          Nampak lesu, lemah
          Tampak kurus
          Kulit tidak elastis, otot lengan dan kaki
          lemah
Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah ,
Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit, ketidakmampuan keluarga memanfaatkan fasilitas kesehatan
Ketidakefektifan managemen regimen terapeutik keluarga

2
Data Subjektif :
          Kesemutan atau kram
          Sulit melakukan ADL
          Lemah
          Pengelihatan kabur
          Kepala terasa ringan / pusing
    
Data Objektif :
          Luka gangren
          Menggunakan alas kaki
          Tidak menggunakan alas kaki
          Lingkungan rumah kotor
Ketidakmampuan keluarga untuk memelihara lingkungan
Resiko terjadinya luka pada kakinya



D.    Skala Prioritas Masalah
1.      Ketidakefektifan managemen regimen terapeutik keluarga berhubungan denganKetidakmampuan keluarga mengenal masalah, Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit, ketidakmampuan keluarga memanfaatkan fasilitas kesehatan

No
Kriteria
Hitungan
Skor
Pembenaran
1.
Sifat Masalah : actual
3/3 X 1
1
Ny S mengatakan tidak tahu kalau menderita DM, tahunya di kasih tahu pak Mantri
2.
Kemungkinan masalah dapat diubah: Sebagian
½ X 2
1
Ny. S tinggal dengan keluarganya, perkembagan tehnik pengobatan DM yang pesat, lingkungan rumah yang tampak sedikit kontor. Fasilitas kesehatan tidak di gunakan. Menggunakan ramuan cina
3.
Potensial masalah untuk dicegah: cukup
2/3 X 1
2/3
Masalah ini sudah lama, kakinya di beri obat dengan ramuan cina dan di rendam menggunakan air hangat yang di kasih garam.
4.
Menonjolnya masalah: masalah tidak dirasakan
2/2 X 0
0
Ny. S tidak mersakan sebagi masalah, sudah bias any terjadi dan biasanya di beri ramuan dari cina rasanyua berkurang.

Jumlah

2 2/3


2.      Resiko terjadinya peningkatan ketidaknyamana berhubungan dengan Ketidakmampuan keluarga merawat anggota yang sakit, ketidakmampuan keluarga memanfaatkan fasilitas kesehatan.
No
Kriteria
Hitungan
Skor
Pembenaran
1.
Sifat Masalah : actual
3/3 X 1
1
Ny. S mengatakan bahwa dia menderita gatal-gatal sudah 1 bulan dan tidak sembuh.
2.
Kemungkinan masalah dapat diubah: sebagian
½ X 2
1
Sumber daya keluarga(keuangan) pas-pasan, tegnologi sudah maju, sokongan masyarakat sangat besar.
3.
Potensial masalah untuk dicegah: cukup
2/3 X 1
2/3
Masalah ini sudah lama terjadi, biasannya menggunkan obat cina.Biasanya berobat ke pak Mantri namun jika obatnya habis terasa gatal.  
4.
Menonjolnya masalah:
Masalah tidak di rasakan
½ X 0
0
Ny. S menganggap ini hal yang biasa

Jumlah

2 2/3


Diagnosa prioritas:
1.      Ketidakefektifan managemen regimen terapeutik keluarga berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga mengenal masalah, Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit, ketidakmampuan keluarga memanfaatkan fasilitas kesehatan
2.      Resiko terjadinya peningkatan ketidaknyamanan berhubungan dengan Ketidakmampuan keluarga merawat anggota yang sakit, ketidakmampuan keluarga memanfaatkan fasilitas kesehatan

3.      Rencana Keperawatan
Diagnosa Keperawatan
Tujuan
Evaluasi
Rencana Tindakan
Umum
Khusus
Kriteria
Standar
Ketidakefektifan managemen regimen terapeutik keluarga berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga mengenal masalah, Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit, ketidakmampuan keluarga memanfaatkan fasilitas kesehatan
Setelah dilakukan perawatan selama 1 bulan keluarga dapat melakukan perawatan terhadap anggota keluarga yang sakit dan tidak terjadi komplikasi
Setelah dilakukan  5 X kunjungan keluarga dapat:
-    Mengenal masalah kesehatan yang terjadi
-    Memahami tentang penyakit DM
-    Memodifikasi lingkungan
-    Melakukan diet DM

Verbal






Psikomotor


Verbal
Keluarga memahami tentang :
-    Pengertian
-    Tanda dan gejala
-    Factor yang mempengaruhi
-    Penatalaksanaan


Keluarga membawa klien ke pelayanan kesehatan

Keluarga mengerti tentang diet DM:
-    Pengertian
-    Tujuan dan manfaat
-    Macam-macam yang boleh, segaian atau tidak boleh di komsumsi
Jelaskan dan diskusikan tentang DM :
-   Pengertian
-   Tanda dan gejala
-   Factor yang mempengaruhi
-   Penatalaksanaan

Lakukan pemeriksaan Gula darah

Diet DM
Resiko terjadinya peningkatan ketidaknyamanan berhubungan dengan Ketidakmampuan keluarga merawat anggota yang sakit, ketidakmampuan keluarga memanfaatkan fasilitas kesehatan
Setelah dilakukan perawatan selama 1 bulan keluarga dapat melakukan perawatan terhadap anggota keluarga yang sakit dan tidak terjadi komplikasi
Setelah dilakukan  5 X kunjungan keluarga dapat:
-    Mengenal masalah kesehatan yang terjadi
-    Memahami tentang penyakit gatalnya
-    Menggunkan fasilitas kesehatan merawat yang sakit
-    Melakukan diet untuk mengurangi gatal yang diderita
Verbal







Psikomotor
Keluarga memahami tentang :
-    Pengertian
-    Tanda dan gejala
-    Factor yang mempengaruhi
-    Cara pencegahan
-    Penataksanaan


Membawa keluarga yang sakit ke pelayanan kesehatan
Jelaskan dan diskusikan tentang gatal yang diderita:
-    Pengertian
-    Tanda dan gejala
-    Factor yang mempengaruh
-    Cara pencegahan
-    Penataksanaan

Membawa keluarga yang sakit ke pelayanan kesehatan.
Anjurakan untuk mengompres dengan air hangat minimal 2 kali sehari.
Anjurkan untuk membersihkan luka dengan cairan disinfektan
Anjurkan untuk mengkompres dengan rivanol
Menganjurakan untuk menggunkan sabun anti septic.

4.      Implementasi
Diagnosa
Pelaksanaan
Ketidakefektifan managemen regimen terapeutik keluarga berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga mengenal masalah, Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit, ketidakmampuan keluarga memanfaatkan fasilitas kesehatan
1.      Mengkaji kondisi klien
2.      Mengkaji respon klien dengan adanya luka pada kakinya.
3.      Mendiskusikan tentang apa yang membuat gambaran diri klien terganggu
4.      Memberi penjelasan tentang luka yang terjadi.
5.      Memberikan pengertian tentang DM
6.      Menjelasakan efek makanan dan patofisiologi DM
7.      Menganjurkan  untuk membatas pemakaian gula
8.      Menganjurkan untuk di periksakan ke pelayanan kesehatan
9.      Menganjurkan untuk jalan hati-hati agar tidak menimbulkan luka pada kaki.
10.  Mengingatkan kembali makanan yang boleh di komsumsi dan tidak boleh di komsusmsi
Resiko terjadinya peningkatan ketidaknyamanan berhubungan dengan Ketidakmampuan keluarga merawat anggota yang sakit, ketidakmampuan keluarga memanfaatkan fasilitas kesehatan
1.      Mengkaji kondisi klien
2.      Memeriksa kakinya yang terasa gatal
3.      Menganjurkan untuk mengkompres dengan air hangat
4.      Menganjurkan untuk memilih makanan yang tidak menimbulkan semakin parah lukanya
5.      Mengingatkan untuk mengkompres dengan air hangat
6.      Mengingatkan untuk tidak menggaruk lukanya.
7.      Mengingatkan untuk mengkompres dengan air hangat
8.      Mengingatkan untuk tidak menggaruk lukanya.
9.      Memberikan obat-obatan untuk merawat gatal-gatalnya.
10.  Mengajarkan dan mendemonstrasikan perawatan gatalnya (mengajarkan pemakaian obatnya)
11.  Memberitahu makanan yang boleh di komsumsi dan yang tidak boleh di komsumsi dengan sakit gatalnya.

5.      Evaluasi
Diagnosa
Evaluasi
Ketidakefektifan managemen regimen terapeutik keluarga berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga mengenal masalah, Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit, ketidakmampuan keluarga memanfaatkan fasilitas kesehatan
S : Ny. S mengatakan kalau kakinya tidak sembuh-sembuh dan tersa gatal
O : Ny. S mengatakan tidak tahu tentang kondisi kakinya, tidak mau berobat ke pelayanan kesehatan, terdapat luka kering di kaki nya dengan warna kehitam-hitaman.
A : Masalah belum teratasi
P : Beri penguatan positif, lanjutkan intervensi.
Resiko terjadinya peningkatan ketidaknyamanan berhubungan dengan Ketidakmampuan keluarga merawat anggota yang sakit, ketidakmampuan keluarga memanfaatkan fasilitas kesehatan
S : Ny. S mengatakan sudah lama kurang lebih 1 bulan menerita gatal-gatal. Ny. S akan mengkompres kakinya dengan air hangat.
O : Kedua kaki tampak kehitam-hitaman, Ny. S menggaruk dan mengelus-elus
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi


9.       
BAB IV
TERAPI MODALITAS


A.    Topik
Topik dalam terapi modalitas ini adalah senam kaki diabetes. Senam kaki adalah kegiatan atau latihan yang dilakukan oleh pasien diabetes melitus untuk mencegah terjadinya luka dan membantu melancarkan peredaran darah bagian kaki yang memiliki tujuan memperbaiki sirkulasi darah, memperkuat otot-otot kecil, mencegah terjadinya kelainan bentuk kaki, meningkatkan kekuatan otot betis dan paha, mengatasi keterbatasan gerak sendi. Untuk itu penderita diabetes melitus di anjurkan untuk melakukan senam kaki.
B.     Tujuan
Tujuan dilakukan terapi senam kaki diabetes, yaitu:
1.      Memperbaiki sirkulasi darah
2.      Memperkuat otot-otot kecil
3.      Mencegah terjadinya kelainan bentuk kaki
4.      Meningkatkan kekuatan otot betis dan paha
5.      Mengatasi keterbatasan gerak sendi
C.    Sasaran
Senam kaki ini dapat diberikan kepada seluruh penderita diabetes mellitus dengan tipe 1 maupun 2. Namun sebaiknya diberikan sejak pasien didiagnosa menderita diabetes melitus sebagai tindakan pencegahan dini. Namun senam ini tidak disarankan pada penderita diabetes melitus yang mengalami perubahan fungsi fisiologis seperti dipsnu atau nyeri dada dan orang yang mengalami depresi, khawatir atau cemas.
D.    Metode
Metode yang digunakan dalam terapi modalitas ini adalah praktik, dimana perawat akan mengajari klien untuk melakukan senam diabetes serta melatih keluarga klien untuk dapat melakukan secara mandiri.

E.     Media
Alat yang digunakan dalam terapi ini adalah kertas koran 2 lembar, kursi (jika tindakan dilakukan dalam posisi duduk), hanscoon serta lingkungan yang nyaman agar klien merasa nyaman.
F.     Waktu
Terapi senam kaki diabetes ini dilakukan selama ± 15 menit.
G.    Prosedur Pelaksanaan
1.      Posisi kan pasien duduk tegak di atas bangku dengan kaki menyentuh lantai.


2.      Dengan meletakkan tumit dilantai, jari-jari kedua belah kaki diluruskan ke atas lalu dibengkokan kembali ke bawah seperti cakar ayam sebanyak 10 kali


3.      Dengan meletakkan tumit salah satu kaki dilantai, angkat telapak kaki ke atas. Pada kaki lainnya, jari-jari kaki diletakkan di lantai dengan tumit kaki diangkat ke atas. Cara ini dilakukan bersamaan pada kaki kiri dan kanan secara bergantian dan diulangi sebanyak 10kali.
4. Tumit kaki diletakkan di lantai. Bagian ujung kaki diangkat ke atas dan buat gerakan memutar dengan pergerakan pada pergelangan kaki sebanyak 10 kali.


5.      Jari-jari kaki diletakkan dilantai. Tumit diangkat dan buat gerakan memutar dengan pergerakan pada pergelangan kaki sebanyak 10 kali.


6.       Angkat salah satu lutut kaki, dan luruskan. Gerakan jari-jari ke depan turunkan kembali  secara bergantian kekiri dan ke kanan. Ulangi sebanyak 10 kali.
7.      Luruskan salah satu kaki di atas lantai kemudian angkat kaki tersebut dan gerakkan ujung jari kaki ke arah wajah lalu turunkan kembali ke lantai. Ulangi sebanyak 10 kali.
8.      Angkat kedua kaki dan luruskan, pertahankan posisi tersebut. Gerakan  pergelangan kaki ke depan dan ke belakang. Ulangi sebanyak 10 kali.
9.      Luruskan salah satu kaki dan angkat, putar kaki pada pergelangan kaki, tuliskan pada udara dengan kaki dari angka 0 hingga 9  lakukan secara bergantian.
10.  Letakkan sehelai koran dilantai. Bentuk kertas itu menjadi seperti bola dengan  kedua belah kaki. Kemudian, buka bola itu menjadi lembaran seperti semula menggunakan kedua belah kaki. Cara ini dilakukan hanya sekali saja :
a.       Robek koran menjadi 2 bagian, pisahkan kedua bagian koran. 
b.      Sebagian koran di sobek-sobek menjadi kecil-kecil dengan kedua kaki.
c.       Pindahkan kumpulan sobekan-sobekan tersebut dengan kedua kaki lalu letakkan sobek kan kertas pada bagian kertas yang utuh. 
d.      Bungkus semuanya dengan kedua kaki menjadi bentuk bola.

H.    Kriteria Evaluasi
a.       Klien dan keluarga dapat menyebutkan kembali pengertian senam kaki.
b.      Klien dan keluarga dapat menyebutkan kembali 2 dari 4 tujuan senam kaki.
c.       Klien dan keluarga dapat memperagakkan sendiri teknik-teknik senam kaki secara mandiri



BAB V
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Diabetes mellitus merupakan suatu gangguan kronis yang ditandai dengan metabolisme karbohidrat dan lemak yang diakibatkan oleh kekurangan insulin atau secara relatif kekurangan insulin. Klasifikasi diabetes mellitus yang utama adalah tipe I : Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) dan tipe II : Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM).
Faktor yang berkaitan dengan penyebab diabetes mellitus pada lansia adalah Umur yang berkaitan dengan penurunan fungsi sel pankreas dan sekresi insulin, Umur yang berkaitan dengan resistensi insulin akibat kurangnya massa otot dan perubahan vaskuler, Obesitas, banyak makan, Aktivitas fisik yang kurang, Penggunaan obat yang bermacam-macam, Keturunan, Keberadaan penyakit lain, sering menderita stress.
Pada DM lansia tidak terjadi poliuria, polidipsia, akan tetapi keluhan yang sering muncul adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf. Prinsip penatalaksanaan DM lansia adalah menilai penyakitnya secara menyeluruh dan memberikan pendidikan kepada pasien dan keluarganya, menghilangkan gejala-gejala akibat hiperglikemia, lebih bersifat konservatif, mengendalikan glukosa darah dan berat badan.
Peran keluarga sangat penting dalam pencegahan terjadinya komplikasi lanjut pada penderita diabetes terutama lansia.

B.     Saran
1.      Dengan mengetahui asuahan keperawatan pada penderita diabetesmelitus pada lansia kita dapat melakukan pencegahan agar penyakityang timbul tidak menuju keparahan
2.      Pada pasien DM pada lansia kita harus mewaspadai adanya perubahanfungsi fisiologis maupun psikologisnya untuk mengantisipasi.
3.      komplikasi maupun kegawat daruratan pada penderita DM sepertihipoglikemi maupun respon stres yang timbul pada lansia tersebut.


DAFTAR RUJUKAN

Carpenito, Lynda Juall, 1997. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 alih bahasa YasminAsih. Jakarta : EGC.
Doenges, Marilyn E, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3 alih bahasa I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati. Jakarta : EGC, 1999.
Ikram, Ainal,  Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Diabetes Mellitus Pada Usia Lanjut jilid I Edisi ketiga, Jakarta : FKUI, 1996.
Kushariyadi.2010.Asuhan Keperawatan pada Klien Lanjut Usia. Jakarta : Salemba Medika
Luecknote, Annette Geisler, Pengkajian Gerontologi alih bahasa Aniek Maryunani. Jakarta:EGC, 1997.
Mary Baradero, Mary Wilfrid dan Yakobus Siswandi. 2009. Klien Gangguan Endokrin: Seri Asuhan Keperawatan.  Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih, Jakarta : EGC, 2002.
 

1 komentar:

  1. thaks min sangat membantu benget dalam saya ngerjain tugas kuliah ini.
    saya mau izin sharing materi keperawatan, semoga bermanfaat bagi semuanya.

    Aplikasi Android UKOM
    perawat indonesia
    materi Ukom perawat
    soal dan pembahasan uji kompetensi perawat
    ners
    ukom
    askep
    askep 2
    diagnosa nanda
    diagnosa nanda
    Dan masih banyak lagi materi lainnya disana

    BalasHapus