Kamis, 30 Mei 2013

ASKEP EMFISEMA



A.    Pengkajian
1.      Anamnesa
a.       Data Demografi
b.      Keluhan Utama: pasien dengan emfisema biasanya mengeluh dispnea dan mempunyai serangan (onset) yang membahayakan.
c.       Riwayat Penyakit Sekarang : Klien biasanya dibawa ke rumah sakit setelah meneluh sesak napas, batuk, dan nyeri di daerah dada sebelah kanan pada saat bernafas. Banyak sekret keluar ketika batuk, berwarna kuning kental.
d.      Riwayat Penyakit Dahulu: Klien pernah menderita penyakit PPOM sebelumnya.
e.       Riwayat Penyakit Keluarga: ada faktor herediter yang mempengaruhi terjadinya emfisema yaitu defisiensi alfa 1-antitripsin.

2.      Pemeriksaan Fisik Fokus
a.       Inspeksi
Pada klien dengan emfisema terlihat adanya peningkatan usaha dan frekuensi pernafasan serta penggunaan otot bantu nafas. Pada inspeksi, klien biasanya tampak mempunyai bentuk dada barrel chest (akibat udara yang terperangkap), penipisan massa otot, dan pernafasan dengan bibir dirapatkan. Pernafasan abnormal tidak efektif dan penggunaan otot - otot bantu nafas (sternokleidomastoideus). Pada tahap lanjut, dipsnea terjadi pada saat aktivitas kehidupan sehari – hari seperti makan dan mandi. Pengkajian batuk produktif dengan sputum purulen disertai demam mengindikasikan adanya tanda pertama infeksi pernafasan.
b.      Palpasi
Pada palpasi, ekspansi meningkat dan taktil fremitus biasanya menurun.
c.       Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan diafragma menurun.
d.      Auskultasi
Sering didapatkan adanya bunyi napas ronkhi dan wheezing sesuai tingkat beratnya obstruktif pada bronkhiolus. Pada pengkajian lain, didapatkan kadar oksigen yang rendah (hipoksemia) dan kadar karbon dioksida yang tinggi (hiperkapnea) terjadi pada tahap lanjut penyakit. Pada wakyunya, bahkan gerakan ringan sekali pun seperti membungkuk untuk mengikat tali sepatu, mengakibatkan dipsnea dan keletihan (dipsnea eksersional). Paru yang mengalami emfisematosa tidak berkontraksi saat ekspirasi dan bronkhiolus tidak dikosongkan secara efektif dari sekresi yang dihasilkannya. Klien rentan terhadap reaksi inflamasi dan infeksi akibat pengumpulan sekresi ini. Setelah infeksi terjadi, klien mengalami mengi yang berkepanjangan saat ekspirasi. Anoreksia, penurunan berat badan, dan kelemahan merupakan hal yang umum terjadi. Vena jugularis mungkin mengalami distensi selama ekspirasi.

3.      Pemeriksaan Diagnostik
a.       Pengukuran fungsi paru (spinometri)
Pengukuran fungsi paru biasanya menunjukkan peningkatan kapasitas paru total (TLC) dan volume residual (RV). Terjadi penurunan dalam kapasitas vital (VC) dan volume ekspirasi paksa (FEV). Temuan – temuan ini menegaskan kesulitan yang dialami klien dalam mendorong udara keluar dari paru.
b.      Pemeriksaan laboratorium
Hemoglobin dan hematokrit mungkin normal pada tahap awal penyakit. Dengan berkembangnya penyakit, pemeriksaan gas darah arteri dapat menunjukkan adanya hipoksia ringan dengan hiperkapnea.
c.       Pemeriksaan radiologis
Rontgen thoraks menunjukkan adanya hiperinflasi, pendataran diafragma, pelebaran margin interkosta dan jantung sering ditemukan bagai tergantung (heart till drop).

4.      Penatalaksanaan Medis
Klien dengan emfisema rentan terhadap infeksi paru dan harus diobati pada awal timbulnya ranch – ranch infeksi. Organisme yang paling umum menyebabkan infeksi tersebut adalah S. pneumonia, dan H. influenza, Branhamella catarrhalis. Terapi antimikroba dengan tetrasiklin, amficilin, amoxcilin, atau trimetoprim-sulfametoxazol (bactrim) biasanya diresepkan. Regimen antimikroba digunakan pada tanda pertama infeksi pernafasan seperti yang dibuktikan dengan adanya sputum purulen, batuk meningkat dan demam.
Penatalaksanaan utama pada klien empisema adalah meningkatkan kualitas hidup, memperlambat perkembangan proses penyakit, dan mengobati obstruksi saluran napas agar tidak terjadi hipoksia. Jenis obat yang diberikan berupa:
a.       Bronkodilators
b.      Terapi aerosol
c.       Terapi infeksi
d.      Kortikosteroid
e.       Oksigenasi

B.     Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan
  1. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan peningkatan kerja pernafasan, hipoksemia secara menetap / reversible.
  2. Ketidakefektifan jalan nafas yang berhubungan dengan adanya bronkhokontriksi, akumulasi secret jalan nafas, dan menurunnya kemampuan batuk efektif.
  3. Resiko tinggi infeksi pernafasan yang berhubungan dengan akumulasi secret jalan nafas dan menurunnya kemampuan batuk efektif.
  4. Gangguan pemenuhan kebutuha nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan penurunan nafsu makan.
  5. Gangguan ADL yang berhubungan dengan kelemahan fisik umum, keletihan.
  6. Cemas yang berhubungan dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan  (ketidakmampuanuntuk  bernafas).
  7. Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan informasi yang tidak adekuat mengenai proses penyakit dan pengobatan.
                                                                                      
Perencanaan Keperawatan
Diagnosa Keperawatan
Tujuan
Intervensi
Rasional
Gangguan pertukaran gas b.d. gangguan suplai oksigen, obstruksi jalan nafas oleh sekresi, spasme bronkus, jebakan udara
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, klien dapat memperlihatkan hasil dengan kriteria :
·     Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distres pernafasan
·     Berpartisipasi dalam program pengobatan dalam tingkat kemampuan / situasi

1.   Kaji frekuensi, dan kedalaman pernafasan

2.   Tinggikan kepala dan beri posisi yang nyaman pada klien



3.   Kaji dan observasi kulit dan warna membran mukosa secara berkala



4.   Lakukan postural draignase; suction bila diindikasikan



5.   Auskultasi bunyi nafas, catat area penurunan aliran udara dan atau bunyi tambahan

6.   Batasi aktifitas klien atau dorong untuk tidur / istirahat selama fase akut

7.   Observasi TTV









8.   Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian penekan susunan saraf pusat seperti antiansietas, sedatif, atau narkotik dengan hati-hati
9.  

Berikan oksigen tambahan sesuai dengan indikasi
§  Berguna dalam evaluasi derajat distres pernafasan dan / atau kronisnya proses penyakit
§  Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan latihan nafas untuk menurunkan kolaps jalan nafas, dispnea
§  Sianosis perifer (pada kuku) atau sentral (pada bibir, daun telinga). Keabu-abuan dan sianosis sentral mengindikasikan beratnya hipoksemia.
§  Kental, tebal, dan banyaknya sekret adalah sumber utama gangguan pertukaran gas. Penghisapan dilakukan bila batuk tidak efektif.
§  Bunyi nafas mungkin redup karena penurunan aliran udara atau konsolidasi. Adanya mengi mengindikasikan adanya spasme bronkus. Krekels basah menunjukkan cairan pada intestitial / dekompensasi jantung
§  Selama distres pernafasan pasien secara total tak mampu melakukan aktifitas karena hipoksemia dan dispnea
§  Takikardi, disritmi, dan perubahan TD dapat menunjukkan efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung

§  Digunakan untuk mengontrol ansietas / gelisah yang meningkatkan konsumsi oksigen, eksaserbasi dispnea. Dipantau ketat karena dapat terjadi gagal nafas

§  Dapat memperbaiki / mencegah memburuknya hipoksia





DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 8. Jakarta: EGC.

Doengoes, Marylinn. E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.

Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Respirasi. Jakarta : Salemba Medika.

Price, Sylvia. A. 1995. Patofisiolog: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 4 buku II. Jakarta: EGC.

Smeltzer, Suzanne. C, Bare, Brenda. G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol. 1. Jakarta: EGC.

Somantri, Irman.2009.Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Pernapasan.Edisi 2.Jakarta:Salemba medika.

http://nuzulul-fkp09.web.unair.ac.id/artikel_detail-35528-Kep%20Respirasi-Askep%20Emfisema.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar