A.
Pengkajian
1.
Anamnesa
a.
Data Demografi
b.
Keluhan Utama:
pasien dengan emfisema biasanya mengeluh dispnea dan mempunyai serangan (onset) yang membahayakan.
c.
Riwayat Penyakit
Sekarang : Klien biasanya dibawa ke rumah sakit setelah meneluh sesak napas, batuk, dan
nyeri di daerah dada sebelah kanan pada saat bernafas. Banyak sekret keluar
ketika batuk, berwarna kuning kental.
d.
Riwayat Penyakit
Dahulu: Klien pernah menderita penyakit PPOM sebelumnya.
e.
Riwayat Penyakit
Keluarga: ada faktor herediter yang mempengaruhi terjadinya emfisema yaitu defisiensi alfa 1-antitripsin.
2. Pemeriksaan Fisik Fokus
a. Inspeksi
Pada klien dengan emfisema terlihat adanya
peningkatan usaha dan frekuensi pernafasan serta penggunaan otot bantu nafas.
Pada inspeksi, klien biasanya tampak mempunyai bentuk dada barrel chest (akibat
udara yang terperangkap), penipisan massa otot, dan pernafasan dengan bibir
dirapatkan. Pernafasan abnormal tidak efektif dan penggunaan otot - otot bantu
nafas (sternokleidomastoideus). Pada tahap lanjut, dipsnea terjadi pada saat
aktivitas kehidupan sehari – hari seperti makan dan mandi. Pengkajian batuk
produktif dengan sputum purulen disertai demam mengindikasikan adanya tanda
pertama infeksi pernafasan.
b. Palpasi
Pada palpasi, ekspansi meningkat dan taktil fremitus
biasanya menurun.
c. Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai
hipersonor sedangkan diafragma menurun.
d. Auskultasi
Sering
didapatkan adanya bunyi napas ronkhi dan wheezing sesuai tingkat beratnya
obstruktif pada bronkhiolus. Pada pengkajian lain, didapatkan kadar oksigen
yang rendah (hipoksemia) dan kadar karbon dioksida yang tinggi (hiperkapnea)
terjadi pada tahap lanjut penyakit. Pada wakyunya, bahkan gerakan ringan sekali
pun seperti membungkuk untuk mengikat tali sepatu, mengakibatkan dipsnea dan keletihan
(dipsnea eksersional). Paru yang mengalami emfisematosa tidak berkontraksi saat
ekspirasi dan bronkhiolus tidak dikosongkan secara efektif dari sekresi yang
dihasilkannya. Klien rentan terhadap reaksi inflamasi dan infeksi akibat
pengumpulan sekresi ini. Setelah infeksi terjadi, klien mengalami mengi yang
berkepanjangan saat ekspirasi. Anoreksia, penurunan berat badan, dan kelemahan
merupakan hal yang umum terjadi. Vena jugularis mungkin mengalami distensi selama
ekspirasi.
3. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pengukuran fungsi paru
(spinometri)
Pengukuran fungsi paru biasanya menunjukkan
peningkatan kapasitas paru total (TLC) dan volume residual (RV). Terjadi
penurunan dalam kapasitas vital (VC) dan volume ekspirasi paksa (FEV). Temuan –
temuan ini menegaskan kesulitan yang dialami klien dalam mendorong udara keluar
dari paru.
b. Pemeriksaan laboratorium
Hemoglobin dan hematokrit mungkin normal pada tahap
awal penyakit. Dengan berkembangnya penyakit, pemeriksaan gas darah arteri
dapat menunjukkan adanya hipoksia ringan dengan hiperkapnea.
c. Pemeriksaan radiologis
Rontgen thoraks menunjukkan adanya hiperinflasi,
pendataran diafragma, pelebaran margin interkosta dan jantung sering ditemukan
bagai tergantung (heart till drop).
4. Penatalaksanaan Medis
Klien dengan emfisema rentan terhadap infeksi paru dan
harus diobati pada awal timbulnya ranch – ranch infeksi. Organisme yang paling
umum menyebabkan infeksi tersebut adalah S.
pneumonia, dan H. influenza, Branhamella catarrhalis. Terapi antimikroba dengan
tetrasiklin, amficilin, amoxcilin, atau trimetoprim-sulfametoxazol (bactrim)
biasanya diresepkan. Regimen antimikroba digunakan pada tanda pertama infeksi
pernafasan seperti yang dibuktikan dengan adanya sputum purulen, batuk meningkat
dan demam.
Penatalaksanaan utama pada klien empisema adalah meningkatkan
kualitas hidup, memperlambat perkembangan proses penyakit, dan mengobati
obstruksi saluran napas agar tidak terjadi hipoksia. Jenis obat yang diberikan
berupa:
a.
Bronkodilators
b.
Terapi aerosol
c.
Terapi infeksi
d.
Kortikosteroid
e.
Oksigenasi
B.
Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan
- Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan peningkatan kerja pernafasan, hipoksemia secara menetap / reversible.
- Ketidakefektifan jalan nafas yang berhubungan dengan adanya bronkhokontriksi, akumulasi secret jalan nafas, dan menurunnya kemampuan batuk efektif.
- Resiko tinggi infeksi pernafasan yang berhubungan dengan akumulasi secret jalan nafas dan menurunnya kemampuan batuk efektif.
- Gangguan pemenuhan kebutuha nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan penurunan nafsu makan.
- Gangguan ADL yang berhubungan dengan kelemahan fisik umum, keletihan.
- Cemas yang berhubungan dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan (ketidakmampuanuntuk bernafas).
- Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan informasi yang tidak adekuat mengenai proses penyakit dan pengobatan.
Perencanaan
Keperawatan
Diagnosa Keperawatan
|
Tujuan
|
Intervensi
|
Rasional
|
Gangguan
pertukaran gas b.d. gangguan suplai oksigen, obstruksi jalan nafas oleh
sekresi, spasme bronkus, jebakan udara
|
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, klien dapat memperlihatkan
hasil dengan kriteria :
· Menunjukkan perbaikan ventilasi dan
oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala
distres pernafasan
· Berpartisipasi dalam program
pengobatan dalam tingkat kemampuan / situasi
|
1. Kaji frekuensi, dan
kedalaman pernafasan
2. Tinggikan kepala dan
beri posisi yang nyaman pada klien
3. Kaji dan observasi
kulit dan warna membran mukosa secara berkala
4. Lakukan postural
draignase; suction bila diindikasikan
5. Auskultasi bunyi
nafas, catat area penurunan aliran udara dan atau bunyi tambahan
6. Batasi aktifitas klien
atau dorong untuk tidur / istirahat selama fase akut
7. Observasi TTV
8. Kolaborasi dengan
dokter untuk pemberian penekan susunan saraf pusat seperti antiansietas,
sedatif, atau narkotik dengan hati-hati
9.
Berikan oksigen tambahan sesuai
dengan indikasi
|
§ Berguna dalam evaluasi derajat
distres pernafasan dan / atau kronisnya proses penyakit
§ Pengiriman oksigen dapat diperbaiki
dengan posisi duduk tinggi dan latihan nafas untuk menurunkan kolaps jalan
nafas, dispnea
§ Sianosis perifer (pada kuku) atau
sentral (pada bibir, daun telinga). Keabu-abuan dan sianosis sentral
mengindikasikan beratnya hipoksemia.
§ Kental, tebal, dan banyaknya sekret
adalah sumber utama gangguan pertukaran gas. Penghisapan dilakukan bila batuk
tidak efektif.
§ Bunyi nafas mungkin redup karena
penurunan aliran udara atau konsolidasi. Adanya mengi mengindikasikan adanya
spasme bronkus. Krekels basah menunjukkan cairan pada intestitial /
dekompensasi jantung
§ Selama distres pernafasan pasien secara
total tak mampu melakukan aktifitas karena hipoksemia dan dispnea
§ Takikardi, disritmi, dan perubahan TD
dapat menunjukkan efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung
§ Digunakan untuk mengontrol
ansietas / gelisah yang meningkatkan konsumsi oksigen, eksaserbasi dispnea.
Dipantau ketat karena dapat terjadi gagal nafas
§ Dapat memperbaiki / mencegah
memburuknya hipoksia
|
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 8.
Jakarta: EGC.
Doengoes, Marylinn. E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Respirasi. Jakarta : Salemba Medika.
Price, Sylvia. A. 1995. Patofisiolog: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Edisi 4 buku II. Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzanne. C, Bare, Brenda. G.
2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah
Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol. 1. Jakarta: EGC.
Somantri, Irman.2009.Asuhan Keperawatan Pada
Klien Dengan Gangguan Sistem Pernapasan.Edisi 2.Jakarta:Salemba medika.
http://nuzulul-fkp09.web.unair.ac.id/artikel_detail-35528-Kep%20Respirasi-Askep%20Emfisema.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar